"Friendship is not about religion, culture, country, even black or white but is about a friend that knows you as you are, understands where you have been, accepts what you have become, and still, gently allows you to grow"
Ini hari kedua saya dan Riskha (teman satu hostfam) berada di Australia. Rasanya seperti kami sudah lama tinggal di Australia. Banyak sekali yang kami lakukan, hari pertama tiba di Australia kami mengunjungi Angelica Church bertemu dengan opa dan oma yang sangat baik sekali bahkan mereka berjanji dengan saya, jika saya kembali ke sana mereka akan mengajak kami untuk berkeliling desa di sekitar gereja tempat mereka tinggal. Hostfam kami Mathilde Backhouse dan Boyd Backhouse juga sangat ramah saat kami tiba di Australia. Ketika di hari pertama tiba di Brisbane Matt koordinator kami langsung mengantar kami ke tempat Boyd bekerja terletak di kota Brisbane dan rumah mereka tidak jauh dari kota, sekitar 5 kilometer dari kota. Kami diantar mengelilingi kota Brisbane setibanya kami bertemu Mathilde. Karena adanya G20 kota Brisbane menjadi sangat ramai dengan adanya acara-acara yang di selenggarakan di taman kota. Kesan Pertama kami bertemu Mathilde dan Boyd adalah kami seperti keluarga yang sudah sangat lama kenal. Baru 4 jam bersama dengan Mathilde tapi kami bisa dengan nyaman bersama dengannya, she was very friendly and kind. Kami pun diajak bertemu dengan anak-anaknya dan cucu-cucunya yang lucu. Kami dibawa berkeliling kota Brisbane dan melihat beberapa pertunjukan karena malam itu adalah malam pertunjukan culture mengingat adanya G20 yang di selenggarakan di Brisbane. Di hari kedua kami sibuk membantu Hostfam kami menyiapkan sebuah acara ulang tahun untuk anak termuda Mathilde dan Boyd, dia bernama Andrew. Bayangkan Andrew sudah berumur 30 tahun dan keluarga mereka masih merayakan ulang tahunnya. Sungguh iri melihat kedekatan mereka sekeluarga seperti teman dekat. Kami pun di minta tolong untuk menyanyikan sebuah lagu, dan kami pun menyanyikan Waltzing Mathilda dan kami menarikan Ge Mu Fa Mi Re dan mereka dengan gembira ikut menari bersama kami. Wooww...I have to say it again that I’m really jealous of this family so much hahaha. Karna kedekatan mereka begitu terasa. Kami bercerita banyak hal hingga malam dari GMB, kegiatan kami di Australia dan tentang Indonesia. Anehnya salah satu temannya Andrew tidak menyadari kalo Bali itu adalah bagian dari Indonesia. “Where are you from?” “I’m from Indonesia :D” “Where are in Indonesia?” “In Bali :D” “Bali is Indonesia? are you sure?” “Yes of course :|” “Oh really? I thought Bali is Bali, not part of Indonesia” “:(” Dia masih bingung setelah saya menjelaskan Bali adalah bagian dari Indonesia. Saya juga ikutan bingung karena jelas-jelas dia orang Australia dan negara tetangganya Australia yang paling dekat adalah Indonesia. How come she didn’t know? Itu masih menjadi misteri, padahal orang-orang Australia yang saya temui mengenal Bali bagian dari Indonesia. Ngomong-ngomong Indonesia, Boyd dan Mathilde sudah sangat familiar sekali dengan Indonesia. Ayahnya Mathilde adalah seorang guru bahasa Belanda di Irian Jaya sewaktu Belanda masih tinggal di Indonesia walaupun sekarang sudah pensiun tetapi dia masih bisa berbahasa Indonesia dengan baik. Adiknya Mathildenya pun sekarang masih tinggal di timor timur sebagai peneliti. Boyd dan Mathilde pun sangat menyukai masakan Asia, menu dinner di ulang tahun Andrew kali ini kari, kari ayam, kari kambing, kari sapi, bahkan kari terong. Boyd suka memasak kari dan karinya pun bukan kari biasa tapi kari yang rasanya hampir sama persis dengan masakan India. Wooow, semua bumbu yang mereka punya pun banyak sekali terdiri dari bumbu Asia. Kedua anak laki-laki Mathilde, Edward menikah dengan wanita berdarah Taiwan dan Andrew sekarang menjalin hubungan dengan Diana yang berdarah Thailand. Wooow benar-benar keluarga yang sangat multicultural. Boyd dan Mathilde sangat biasa dengan perbedaan ini mungkin karena dia pernah tinggal di beberapa tempat yang berbeda salah satunya Indonesia. Yang saya kagumi sekali adalah kedekatan antar keluarga merek yang begitu erat, woow disaat mereka memiliki aktivitas masing-masing bahkan mereka saling berkirim foto lewat hp, jarang banget bisa di temukan di sebuah keluarga Indonesia yang ketat terhadap budaya daerahnya masing-masing (termasuk saya L padahal harapannya bisa ketemu jodoh di Australia, hahaha). Mereka pun sangat menyukai masakan Indonesia yang sangat kaya akan rempah-rempah dan yang mengejutkan merek punya Indomie goreng di lemari makanannya, waaaahhhhhh berarti soal makanan gak usah pusing-pusing kali yah. Boyd mengatakan bahwa orang-orang di Australia sangat menyukai Indomie Goreng, bahkan mereka mempunyai mie instan sendiri dan kata mereka tidak begitu laku karna rasanya memang kurang enak, memang Indomie selalu di hati :D. Tapi orang Australia hanya menyukai Indomie goreng, jadi yang menyukai Indomie rebus soto ayam dan sebagainya jadi siap-siap gigit jari karena di Australia tidak ada yang seperti itu. Balik lagi ke keluarga Boyd dan Mathilde, mereka sangat rendah hati dan tidak pandang bulu soal pertemanan. Bayangkan klo dari cerita-cerita yang saya dengar nih teman-temannya itu berasal dari berbagai negara loh dan menetap di Australia. Teman-temannya dekatnya pun kebanyakan berasal dari luar Australia seperti Skotlandia, Taiwan, India, Belanda, Jepang, Thailand, dan masih banyak lagi. Saya saja sampai pusing kalo dia bercerita tentang asal teman-temannya. Ada lagi satu yang menurut saya tradisi di Australia yang terutama penting bagi Mathilde dan Boyd dalam menjalin pertemanan yang sangat erat dengan teman-temannya walaupun mereka sudah bertambah tua, yaitu pergi ke cafe dan minum secangkir kopi atau di rumah dan minum secangkir kopi. Terdengar simpel sih tapi jika di bedakan dengan Indonesia pergi ke cafe itu sudah termasuk jalan-jalan dan merupakan ”lifestyle” untuk orang-orang kelas menengah dan atas, tapi kalo di Australia pergi untuk minum kopi itu sudah jadi rutinitas yang bahkan sesudah kita berolahraga atau sebelum pergi dan sesudah dari aktifitas kita bekerja. Pergi ke cafe pun tidak perlu lama-lama cukup 15-30 menit ditambah bercakap-cakap dan ketawa-ketawa lalu kita pergi melakukan aktifitas kita masing-masing. Tapi yang terpeting pertemanan itu bisa didapatkan tanpa harus minum kopi setiap hari kok, Mathilde pernah berkata “friendship is not about religion, culture, country, even black or white but is about a friend that knows you as you are, understands where you have been, accepts what you have become, and still, gently allows you to grow”. Apakah saya harus mengatakannya lagi? Hahaha, wooow my hostfam is the true of being multicultural. I Gusti Ayu Made Dian Rianita Alumni Youth Adventure & Youth Leaders Forum 2014
0 Comments
Hari ini aku akan ke Cerebral Palsy Alliance untuk bergabung menjadi volunteer. Sebelumnya, aku menemukan organisasi ini dari web The Hills Shire Council. Aku mendaftarkan diri yang kemudian dibantu oleh Richard karena di Australia cukup sulit menjadi volunteer untuk anak-anak tanpa ada blue cards atau ijin pemerintah. Richard juga mendaftarkan Sherly untuk bergabung menjadi volunteer.
Cerebral Palsy Alliance merupakan organisasi yang memiliki focus pada anak-anak penderita cerebral palsy. Cerebral palsy itu sendiri merupakan sebuah kondisi dimana otak manusia tidak memiliki control sepenuhnya terhadap tubuhnya. Beberapa diantaranya tidak bias melakukan apa-apa sebagian masih bias berbicara atau hanya berjalan. Aturan utama dari kegiatan ini adalah dilarang mengambil gambar apapun. Perlindungan terhadap anak-anak ini sangat ketat. Pengambilan gambar ditakutkan akan disalahgunakan atau dapat menganca keselamatan si anak itu sendiri. Agak kecewa karena tidak punya dokumentasi apapun. Hanya plang depan organisasinya. Tapi, tujuan utama kan ga ambil gambar? Duh, Mustika! Aku berangkat pukul 09.20 karena jadwalku 09.30 diantar oleh Richard dan Merisa. Yeee. Haha. Aku mulai menikmati bagaimana Richard sangat protektif terhadap kami. Well, dia seperti ayah lainnya. Khawatir. Tetapi, Richard sudah mulai percaya terhadap kami. Selama aku volunteer Sherly diperbolehkan ke kota (tentu karena ada Merisa) dan pulang sendiri. Aku juga akan boleh pergi sendiri besok hari Minggu. UUlalaaa… Sampailah kami di Cerebral Palsy Alliance tepat pukul 09.30. Suasana sangat sepi. Terdapat satu minibus di depannya dengan tulisan “wheelchair support” yang berarti minibus tersebut dapat digunakan untuk penumpang dengan wheelchair atau kursi roda. Richard mengetuk pintu beberapa kali. Sepi. Setelah 5 menit kurasa, ada yang membukakan pintu dan mempersilahkan saya masuk. Kemudian Richard pulang. Namanya Kastra, dia salah satu petugas yang bekerja hari ini. Aku masuk ke dalam, di depanku terlihat tiga (3) anak di kursi roda yang salah satunya sedang disuapi makan oleh Beatrice. Ada dua perempuan dan satu laki-laki. Si anak laki-laki menyapaku “Hello… What’s your name?”, “Hello.. my name is Tika” ucapku… “Hello Tika… Tika… Tika” dia kembali membalas dengan mengucap namaku beberapa kali. Aku tertegun… bingung… sedih… campur aduk. Sampai Kastra menawariku minuman tetapi aku menolak dengan halus. Kemudian Kastra mulai menunjukkan aku isi kantor tersebut. Tempat ini memiliki 4 kamar yang bisa menampung 6 anak. Ada yang satu kamar untuk berdua dan ada yang sendiri. Setiap kamar memiliki fasilitas yang sama seperti TV dan mainan lainnya. Kemudian ada kantor, tempat semacam hall dan berisi foto-foto anak-anak, kemudian kamar mandi, ruang dengan lampu dan mainan untuk anak yang membutuhkan rangsangan visual dan cahaya. Semua fasilitas pendukung sangat lengkap dan tidak ada yang membahayakan anak. Kemudian muncul satu anak laki-laki lainnya, meraih tanganku dan mengajakku ke suatu ruangan. Namanya Damian, dia satu-satunya yang bisa berjalan disana. Ternyata dia mengajakku ke ruang computer dan menunjukkan lagu-lagu yang sedang didengarkan saat itu. Aku mengamati dia dengan seksama dan air mata rasanya tak mampu tertahan. Aku keluar dan melihat Beatrice yang sedang menyuapi Anneley. Tidak lama berselang satu petugas lagi dating, namanya Cailla. Kastra sibuk di dapur dan menyiapkan berbagai keperluan untuk outing hari ini. Oya, setiap Sabtu dan Minggu, Cerebral Palsy Alliance menerima anak-anak ini untuk memberikan day off kepada orang tua mereka. Hari ini kami akan outing ke Nurragingy Reserve. Joel, satu-satunya anak yang mampu bicara yang menanyakan namaku tadi, menyapa dan memintaku untuk ke ruang computer. Dia sangat manis. Dia meraih tanganku dan “I will show you, computer… I will show game”… aku mendorong kursi rodanya dan mengajaknya ke ruang computer. Keyboard dilepas dan youtube sudah terbuka dengan list kartun anak-anak. Aku mencoba memilih lagu yang mungkin dia suka. “Can I handle it” ucapnya, “Of course you can”. Aku menyerahkan mouse kepadanya dan dia mulai memainkan mouse tersebut. Kuamati dan kuelus kepalanya. Dia begitu bahagia. Aku membayangkan apa yang sebenarnya ada di otaknya. Apakah sebenarnya otaknya berjalan dengan baik tetapi tidak bisa mengontrol tubuhnya dengan baik. Aku terbayang sebenarnya didalam kepala dia, dia mengeluh “ayolah tubuhku… menurut kepada perintahku, lakukan apa yang kuperintahkan… aku lelah memerintahmu tubuh. Aaaargh”. Membuat air mataku meleleh. Andai otak dan tubuhnya berfungsi dengan semestinya, dia pasti akan jadi anak yang sangat manis, pintar, dan sopan. Dia meraih tanganku dan menciumnya. Dia bilang “I like you”… Aku semakin tak tahan… Aku melihat apa yang dilakukan oleh yang lain. Terlihat Beatrice dan Cailla sedang memberi sesuatu kepada Allucya lewat selang. Aku mendekat dan melihat, ternyata mereka memberi makan Allucya lewat selang!!! Ooo. Ini pertama kalinya aku melihat kondisi tersebut. Yup, biasanya aku hanya melihat melalui film. Cailla menegurku “Dimana Joel? Bisakah kamu membawanya kemari karena takut akan terjadi sesuatu kepadanya di ruang computer sendiri”. O My God!!! Aku meninggalkan Joel sendiri. Aku merasa sangat bersalah. Buru-buru aku kembali dan bersyukur Joel masih baik-baik saja disana. Kemudian kutemani dia lagi. Aku membawanya keluar lagi dan kembali bergabung dengan yang lain. Dia ingin menonton TV, aku mendorongnya untuk menonton TV. Anneley dan Allucya adalah dua gadis cantik yang tingkat cerebral palsy-nya sangat memprihatinkan menurutku. Mereka benar-benar tidak dapat melakukan apapun. Hanya bisa mengedipkan mata dan melakukan sedikit gerakan di tangan dan kaki. Ketiga petugas ini memiliki kesabaran yang sangat super dan tetap berkomunikasi meskipun anak-anak ini tak mampu bicara. Mereka memperlakukannya dengan sangat baik. Setelah semuanya selesai, kami berangkat. Setelah minibus dibuka, terdapat sebuah alat yang dapat dikua diturunkan dilipat untuk menaikkan anak-anak ini dengan kursi rodanya. Kursi rodanya sangat berbeda ya dengan kursi roda biasanya. Kursi roda ini disusun sedemikian rupa sehingga mampu menopang tubuh dengan baik dan tubuh tidak bergerak kemana-mana. Keren!!! Keselamatan adalah nomor satu. Setelah semua naik, setiap kursi roda memiliki pengaman didalam minibus yang membuat tiap kursi roda tidak bergoyang saat bus berjalan. Kastra yang menyetir. Wowo. Ahhaha. Semua perempuan ini sangat mandiri! Di perjalanan, aku duduk disamping Kastra yang sedang menyetir. Kami berbincang banyak hal. Dia menanyakan apa itu GMB dan perbincangan mengalir mulai dari Youth Adventure and Youth Leader Forum dan sampai aku bisa bersama dia saat ini. Dia sangat antusias dan mengapresiasi kegiatan ini. Kami bercerita banyak hal dan baru kuketahui semua anak-anak ini pergi ke sekolah di weekday. WHAATTT?? Mereka sekolah? Aku terharu dan bahagia. Mereka mendapatkan guru-guru yang sangat telaten mendidik dan memberikan apa yang mereka sukai dan ingin lakukan. Proud of them! Tadaaa. Sampailah kami di Taman Nurragingy. Taman yang sangat indah. Luas, rapid an bersih tentunya. Kami semua turun, menuju sebuah kantin terbuka. Disana kemudian anak-anak makan siang. Damian, 19 tahun, dia sangat tertarik dengan pohon dan dedaunan. Dia terus saja memetik daun-daun dari semak yang kita lewati. Cailla menyuapi Anneley, Kastra menyuapi Joel dengan Chicken Sandwich, dan Beatrice memberikan Damian kentang goreng. Suasana yang mengharukan dan bahagia. Damian beberapa kali menyemprotkan ludahnya ke mukaku, dan beberapa kali kena. Jijik? Ya. Tapi aku tak menampakkannya. Cailla, Beatrice dan Kastra meminta maaf kepadaku, tapi apa yang perlu dimaafkan? Damian tidak paham mengenai apa yang dia lakukan. Selesai makan siang, aku juga membawa bekal berupa pisang, kami melanjutkan dengan berjalan mengelilingi taman. Aku mendorong Joel… Aku sangat menyukainya. Dia terus saja bilang “are you coming? Take me… I’m happy… exciting… annoying Flies”… Aku mengajaknya berbicara dengan lembut dan berusaha membuatnya selalu tertawa... Taman ini begitu indah. Banyak keluarga menghabiskan weekend disini. Terdapat Wedding Pavilion juga disana. Akan ada pernikahan sore ini. Aah, aku jadi ingin menikah disini. Suasana yang sangat indah. Beberapa keluarga melakukan BBQ, yang lain hanya dating makan siang bersama, piknik. Seandainya taman di Jakarta seperti ini dan mental masyarakat dalam menggunakan fasilitas umum dengan bertanggung jawab. Jam menunjukkan pukul 2.30 dan kami bersiap pulang. Waktu terasa begitu cepat. Kami sampai pukul 03.00 dan waktuku disini akan berakhir pada pukul 03.30. Richard akan menjemputku. Aku menghabiskan 30 menit waktu yang tersisa. Menemani Joel menggambar dan lainnya. Sayang, 5 menit sebelum Richard datang, Kastra dan Cailla memandikan Joel. Sedih… seharian ini aku menjadi kakak Joel dan aku tidak sempat berpamitan pulang. Ingin kucium kening dia dan menyampaikan bahwa semua akan baik-baik saja dan tetaplah jadi anak yang periang. Aku hanya mendoakannya dalam hati. Tentu saja untuk yang lain juga. Aku berpamitan kepada Anneley, Allucya, dan damian. Semoga orang tua mereka selalu diberi kesabaran dan kekuatan. Mustika Ridwan Alumni Youth Adventure 7 Youth Leaders Forum 2014 |
|