Apa prasangka pertama kali ketika melihat mas ini? Tak berduit banyak, dekil, kasar. Semua prasangka-prasangka buruk akan keluar dari pikiran kita. Namun apa yang terjadi? Mas ini menawarkan tumpangan pada kami bertiga, ketika yang lain memilih untuk mengacuhkan kami.
Ini merupakan pengalaman pertama kami naik truk tanpa sisi di sampingnya (biasa disebut lossback). Aku sangat menikmati tumpangan ini, melihat Kak Aisyah dan Kak Anita saling berpelukan karena saking takutnya. Semua mata pengendara lain tertuju pada kami bertiga. Kami sampai pada pemberhentian pertama menuju Pekalongan dan muncullah keajaiban yang membuat haru hati. Truk berhenti dan kami mulai menurunkan barang bawaan. Mas sopir yang bernama Surwo melakukan serangan mendadak yang bisa membuat kita meleleh (melting). Mas Surwo menanyakan apakah kami bertiga masih mempunyai uang. Tanpa menunggu jawaban kami bertiga, ia langsung menyodorkan 50 ribu. Jleb, menusuk di hati. Serangan dadakan ini berhasil mengenai target. Kami bertiga terharu. Aku terharu. Aku berhasil mengontrol diriku seutuhnya. Tsunami tersebut tak berhasil menerobos dinding pertahananku. Aku membangun ulang dinding pertahanan yang lebih kuat dari sebelumnya, belajar dari pengalaman sebelumnya (Bu Lansi). Aku selalu begitu. Belajar dari pengalaman agar menjadi pribadi yang lebih kuat. Aku boleh tersentuh tapi aku tak boleh menangis di depan orang lain terlalu sering. Sama halnya ketika pertahananku jebol akibat ditinggalkan kedua orang tua di pesantren. 1, 2, 3, 4, 5 perpisahan aku selalu menangis. Selebihnya, aku hanya sedih. Aku selalu menjadi pribadi yang kuat. Begitu pula ketika perpisahan dengan orang lain yang kuanggap istimewa. Perpisahan pertama, air mataku jatuh tak tertahankan dengan Kak Fatma (Arliska Fatma Rosi). Seperti biasanya aku menyembunyikan wajahku agar tak ketahuan. Namun perpisahan kedua, aku jauh lebih kuat. Aku berhasil menahannya agar tidak melaju turun dengan Mbak Atina (Atina Ulfa). Bukan, bukan aku tak sedih, melainkan aku mencoba kuat di depannya. Kembali ke Mas Surwo. Tak berhenti disitu, ia menghentikan bis untuk kita. Tuhan, kenapa Mas Surwo begitu baik kepada kami bertiga? Ada Apa Dengan Mas Surwo? (AADMS). Lain mas Surwo, lain juga Bu Muji. Bis yang seharusnya turun di Pekalongan, ternyata menurunkan kami di tengah jalan. Kampret memang, haha. Kami diturunkan di dekat warung Bu Muji. Sebenarnya kami hanya ingin bertanya dan ingin meminta sedikit air putih, namun kami malah diberi 3 botol "You C 1000" dan 3 roti. Tuhan, kenapa dengan Bu Muji? Mas Surwo dan Bu Muji, yang tergolong bukan orang kaya secara materi, masih mau membantu kami bertiga. Ada Apa Dengan Mereka Berdua? (AADMB). Sempat aku berpikir bahwa aku bak plankton di serial Spongebob Square Pants, yang meleleh atau tak kuasa jika menerima kebaikan yang berlebihan. Bang Azwar (Azwar Hasan) pernah berpesan pada peserta YA YLF 2016 bahwa, kita boleh men-judge seseorang, asalkan kita jangan berhenti pada judgement awal kita. Kita harus terus mencari informasi dan mengklarifikasi mengenai kebenaran dari penilaian kita. Pesan tersebut menjadi sangat berarti bagiku pribadi, karena aku hobi men-judge seseorang, karena aku menganggap diriku sendiri ahli dalam hal tersebut. Boleh jadi Mas Surwo dan Bu Muji bukan merupakan orang yang kaya, bahkan bukan orang yang terlihat baik pada awalnya. Namun, setelah kita tahu yang sebenarnya, prasangka kita berubah. Membantu orang lain tak harus mensyaratkan kita menjadi orang kaya terlebih dahulu. Membantu orang lain tak selalu dengan materi. Yang paling penting agar engkau bisa membantu orang lain adalah merasa simpati terhadap masalah orang lain seolah dirimu ada dalam posisi tersebut dan akhirnya dirimu tergerak untuk membantu. Oleh Bayu Rakhmatullah Peserta Youth Adventure & Youth Leaders Forum 2016
0 Comments
Hari semakin gelap, awan mendung menyelimuti bumi Semarang. Cuaca dingin mulai menusuk tulang-tulang kami. Hujan telah berlalu dari tanah Semarang. Bel-bel nyaring dari mobil, truk, bis dan kendaraan lainnya menyambut kedatangan kami bertiga. Yeah, kita sampai di ibukota Jawa Tengah, Semarang, dengan selamat.
Malam pun berlalu, diganti dengan pagi nan cerah. Terik matahari siap menghujani kami bertiga dengan vitamin D nya. Kami pun memulai perjalanan pagi ini dengan semangat. Tak lama kemudian, kami menemukan toko snack. Alih-alih mau memborong semua snack, kita malah menawarkan bantuan untuk menjual snack. Ibu Fitri namanya. Seorang ibu yang memberi kesempatan pada kami bertiga untuk merasakan bagaimana menjual snack keliling. Awalnya kami bertiga optimis dan sangat idealis, bahwa kita bertiga mampu menjual semua snack yang kami bawa. Ya, semua. Tapi pada kenyataannya tak seperti itu. Keliling komplek terasa begitu melelahkan meskipun kita tak menenteng tas berat. Baru beberapa ratus meter dan merasakan begitu banyaknya penolakan membuat kami semakin lelah. Apalagi ketika menjual di lampu merah dengan bermandikan sinar matahari. Pom bensin, pukesmas, kampus, komplek, semuanya telah kami lalui. Namun yang berhasil kami jual hanya 9 buah. Hanya 9 dari kurang lebih 30 bungkus yang kami bawa. Hoooo, sulit sekali mencari uang. Saat harapan mulai pupus, semangat menghilang, kaki berteriak meminta istirahat, tiba-tiba seorang nenek-nenek memanggil kami bertiga dari dalam rumahnya. Sontak aku langsung memanggil Kak Anita untuk menghampiri, karena nenek tersebut terlihat seperti orang Chinese. Ternyata bukan, dia orang Batak. Aku sungguh tak bisa membedakannya. Kami bertiga dipersilahkan duduk di halaman depan rumahnya. Oh iya, namanya Bu Lansi. Bu Lansi mulai menanyakan tujuan kami berjualan dan kami menjawab sesuai yang telah kami lakukan. Kami bertiga juga menunjukkan buku pedoman YA & YLF 2016 Gerakan Mari Berbagi. Mendenarnya, Bu Lansi begitu tertarik dengan kasus yang kami alami. Kami bertiga berasal dari pulau-pulau yang berbeda, kemudian langsung melakukan misi bersama. Bermodalkan 300 ribu untuk bertahan hidup selama 4 hari 3 malam dan harus sampai di Cibubur, Jakarta Timur pada hari Rabu, 31 Agustus pukul 15.00-18.00. Kemudian, mulailah percakapan yang lebih pribadi, yang mampu mengoyak-ngoyakkan hati kami bertiga. Bu Lansi begitu antusias akan setiap cerita yang telah kami ceritakan, begitu pula sebaliknya. Beliau juga sangat simpati akan perjalanan yang kami lakukan. Aku mulai was-was dengan apa yang akan menimpa setelah ini. Aura disekitarku langsung berubah semakin dingin. Aku takut kejadian yang kutakutkan terjadi. Benar, yang kutakutkan terjadi. Bu Lansi memutuskan untuk membeli snack yang kami tawarkan. Aku telah siaga untuk menghadapinya. Duaar, tembokku hancur berkeping-keping. Bu Lansi menyodorkan uang 150 ribu untuk 2 snack yang hanya seharga 15.500. Tembokku yang 3 tahun akhir ini selalu kokoh, langsung hancur bak tersapu tsunami setinggi 30 meter. Aku menangis. Kami bertiga menangis. Aku langsung memalingkan wajahku dari Bu Lansi, malu menjadi orang pertama yang menangis, di depan 3 wanita pula. Bu Lansi pun ikut menangis, sambil berkata pada kami bertiga agar tidak menangis. Aku semakin tak sanggup mendengarkan suara bergetarnya. Aku tak sanggup melihat matanya yang dipenuhi air mata. Ketahananku terhadap kejadian melow yang selama ini kukira sekuat tembok China, langsung ambruk. Air mataku tidak berhenti mengalir. Aku mencoba mengontrol diriku, sambil tetap menyembunyikan wajahku. Butuh waktu sekitar kurang lebih 10 menit untuk mengontrol diriku seutuhnya. Kami bertiga mengucapkan banyak terima kasih pada beliau. Beliau juga mendoakan kami agar selamat sampai jakarta dan sukses untuk kehidupan selanjutnya. Terima kasih Bu, Lansi. Terima kasih. Aku akan selalu berusaha untuk mengingat kebaikanmu ini. Semoga di luar sana, khususnya negara Indonesia tercinta, memiliki banyak orang baik seperti engkau. Oleh : Bayu Rakhmatullah Peserta Youth Adventure & Youth Leaders Forum 2016 Perjalanan ini sungguh menguras egoku. Aku yang setiap hari harus minum Yakult. Aku setiap pagi dan malam selalu ditemani oleh Pocari Sweat. Aku, aku, dan aku. Selalu aku. Sejak tanggal 28 Agustus 2016, semua itu tidak berlaku lagi. Yakult? Pocari Sweat? Ah, semua itu harus kusampingkan saat ini. Aku mendapatkan misi dari Gerakan Mari Berbagi untuk sampai ke Jakarta dari Yogyakarta dengan melewati dua kota, yaitu Semarang dan Pekalongan. Oh iya, aku sekelompok dengan Kak Ais dari Palu dan Kak Anita (Anita Nathania) dari Pontianak. Kami bertiga menerima uang 300 ribu dari panitia untuk perjalanan kami 4 hari 3 malam. 300 ribu! Ya, 300 ribu, dari Yogyakarta ke Jakarta dan harus melewati Semarang dan Pekalongan. Semarang adalah kota pertama tujuan kami. Kami di Semarang harus melakukan ziarah diri tangan di bawah, merasakan keadaan sulit sehingga harus meminta tolong pada orang lain. Sedangkan di Pekalongan kita harus melakukan ziarah diri tangan di atas.
Bagaimana kita menuju ke Semarang tanpa menggunakan uang sepeserpun? Ya, kita nebeng. Oke, aku sudah sering melakukan hal tebeng-tebengan, tapi bukan dengan jarak yang sejauh ini juga, ±100 km. Sekali lagi aku harus mengesampingkan egoku. Aku yang biasanya lebih memilih jalan yang mudah, tidak berlaku dalam perjalanan ini. Melambaikan tangan di pinggir jalan, bermandikan terik matahati berjam-jam, berlari sambil menenteng tas berat. Semuanya itu kulakukan agar sampai di Semarang. Bukan untuk diriku sendiri, melainkan untuk kita semua. Perjalanan ini bukan lagi tentang diriku seorang. Perjalanan ini tentang kita semua. Ya, ini tentang kita bertiga. Terima kasih Gerakan Mari Berbagi, yang telah menerimaku menjadi peserta YA & YLF 2016. Perjalanan kami masih terus berlanjut. Perjalanan untuk menemukan diriku yang baru. Mau tau kisah perjalanan kita selanjutnya? Penasaran dengan manusia-manusia yang dikirimkan Allah untuk membantu kita bertiga? Pantau terus ceritaku. Spoiler kisah selanjutnya : aku berjualan snack di Semarang, termasuk pinggiran jalan dan pom bensin. Setelah 3 tahun terakhir aku dibuat menangis hanya oleh film, terlebih drama Korea, sekarang aku dibuat menangis oleh seorang Nenek yang baik hati. Oleh Bayu Rakhmatullah "Artinya, terlepas bagaimana parahnya masa lalu kita dan seberapa indahnya mimpi masa depan, yang pasti hidup itu harus difokuskan pada saat ini, pada hari ini. Artinya harusnya 10% (angka '1') dapat diberikan untuk mengenang masa lalu untuk mengambil hikmatnya sehingga tidak terulang kembali kesalahan masa lalu. 80% (8) sumber daya yang kita miliki, waktu, tenaga dan jaringan yang ada dimanfaatkan untuk memaksimalkan kehidupan hari ini, bagaimana hari ini menjadi super produktif, super bahagia, penuh ceria dan merasakan bahagia hari ini."
Pertemuan tahunan GMB melalui kegiatan Youth Adventure dan Youth Leaders Forum selalu memberikan inspirasi dan pelajaran tersendiri. Tidak hanya bagi peserta, anggota baru Keluarga Besar GMB tapi juga seluruh alumni, para relawan GMB termasuk saya sendiri sebagai mentor. Selalu muncul enerji baru, semangat baru dan inspirasi baru selama acara ini berlangsung. Makanya cuti kerjapun sudah diambil jauh hari sebelumnya. Kegiatan yang sering disebut YA & YLF itu boleh telah berlalu tanggal 5 September 2016 yang lalu, tapi kenangan yang ditinggalkan terlalu dalam untuk ter(di)lupakan. Ada satu momen yang sangat personal dan menjadi salah satu ciri khas GMB yaitu momen yang disebut 'personal sharing'. Disesi ini peserta diberikan kesempatan curhat apa saja kepada mentornya. Iya, bisa apapun dan bersifat rahasia sekalipun. Mentor wajib menjamin kerahasian curhat mentee-nya. Nah, disesi inilah tumpang ruah air mata jiwa dan raga yang barangkali sudah dipendam selama hidupnya. Seakan momen itu tidak pernah ada dan tidak akan pernah ada lagi dalam hidup anak-anak muda hebat ini. Mulai perasaan rasa minder, merasa tidak ada lagi yang perlu diperjuangkan dalam hidup karena semua orang yang dicintai sudah tidak ada, ada juga yang mencoba membunuh masa lalu yang begitu kejam karena perlakuan percobaan perkosaan dari keluarga sendiri, terpikir bunuh diri untuk menamatkan saja sejarah masa kelamnya, ada yang merasakan bullying terus menerus selama masa remajanya, ada yang galau karena merasa salah pilih jurusan kuliah karena dipaksa orang tuanya, ada yang susah ingin lepas dari kecanduan nonton film porno, ada juga yang sedih karena merasa cintanya tidak terbalaskan, ada juga yang tersiksa jiwanya karena menyukai orang dengan jenis kelamin yang sama, ada juga yang stress didunia pekerjaan, ada juga yang masih semester 5 tapi sudah galau berpikir mau kuliah dinegara mana nantinya dan kerja dimana baiknya, serta seribu satu macam tantangan hidup lainnya. Waduh...speechless terus terang. Apa arti curhat dan cerita semua ini? Berbahagia karena mereka berani terbuka dan mau berbagi sehingga barangkali bisa memberikan sedikit bakti untuk pribadi yang tersakiti, ataukah bersedih karena Indonesia menghasilkan anak-anak muda yang sangat rapuh jiwa dan penuh cerita yang menggrogoti jiwa? Mengapa kumpulan cerita itu menumpuk begitu parah ya? Semua ditumpahkan dan dibagikan dengan rasa nyaman dan harusnya setelah sesi itu bangun dan terlahir kembali sebagai seorang pemuka pemuda baru yang siap bangkit menatap masa depan yang penuh arti dan berjanji untuk berbagi kapanpun dimanapun untuk siapapun tanpa pandang warna kulit, agama, suku, ras dan perbedaan sekat lainnya. Ini sebenarnya dampak dari YA YLF yang diharapkan. Di sesi mentoring inilah mereka merasa menjadi diri sendiri, membuka topengnya. Kita sebagai mentor juga merasa menjadi berguna karena bisa menjadi sandaran bahu bagi yang lain. Padahal mentor juga manusia yang mempunyai 1001 masalah sendiri, tapi dengan mendengar curhat dengan penuh ikhlas dari mentee-nya, terasa hidup kita menjadi begitu ringan setelah mendengar begitu banyak persoalan yang mereka hadapi, jauh lebih berat dan dalam. Dari sesi curhat itu, dalam memberikan masukan kepada mentee tentu harus memberikan arahan yang bisa membakar semangat hidup para GMBers kembali dan terlontarlah dalam rumus baru kehidupan ini yaitu hidup ini harus pakai rumus 181. Artinya, terlepas bagaimana parahnya masa lalu kita dan seberapa indahnya mimpi masa depan, yang pasti hidup itu harus difokuskan pada saat ini, pada hari ini. Artinya harusnya 10% (angka '1') dapat diberikan untuk mengenang masa lalu untuk mengambil hikmatnya sehingga tidak terulang kembali kesalahan masa lalu. 80% (8) sumber daya yang kita miliki, waktu, tenaga dan jaringan yang ada dimanfaatkan untuk memaksimalkan kehidupan hari ini, bagaimana hari ini menjadi super produktif, super bahagia, penuh ceria dan merasakan bahagia hari ini. Karena nyatanya kehidupan adalah hari ini, sementara masa lalu sudah jadi sejarah dan masa depan (esok) masih misteri. Esok itu tidak pernah hadir dalam hidup kita, yang nyata adalah hari ini. Namun demikian, tidak berarti masa depan tidak perlu dihiraukan dan foya-foya untuk hari ini saja. Karenanya harus ada sisa 10 % (1) yang juga perlu diberikan untuk berfikir tentang mimpi dan cita-cita masa depan yang mau diraih. Maka hiduplah dengan rumus 1-8-1. Mereka yang hidup memakai rumus 8-1-1, artinya 80% waktu, perhatian dan pikirannya untuk mengingat-ingat kejayaan atau kegagalan masa lalu, adalah mereka yang yang sudah mati jiwanya karena hanya hidup dimasa lalu dan tidak bisa lepas dari masa lalu dan sebenarnya sudah mati sebelum waktunya tiba. Mereka ini yang gagal move-on dan hanya mengungkit kegagalan dan kesuksesan masa lalu. Sementara mereka yang hidup memakai pola 1-1-8, artinya 80% fokus perhatiannya untuk hanya masa depan, juga tidak dianjurkan, karena hanya menjadi pemimpi disiang bolong dan tidak berpijak di hidup hari ini, selalu gelisah akan masa depan dan tidak mampu hidup dimasa kini dan sibuk saja dengan masa depan yang tidak pernah menjadi nyata. Hasilnya galau terus sepanjang hidupnya. Nah, GMB masuk kategori mana? Pasti 1-8-1 kan? Ayok senyum dan tatap dan nikmat hari ini dan syukuri hari ini dengan segenap jiwa dan raga. Jika hari ini bahagia dan ketika terakumulasi hari-hari bahagia itu akan menghasilkan minggu bahagia, akumulasi minggu-minggu bahagia akan menjadi bulan yang bahagia. Akumulasi bulan-bulan bahagia dalam hidup kita akan menjadi tahun bahagia. Lalu, akumulasi tahun-tahun bahagia, terciptalah hidup yang bahagia selamanya. Betul ngga? Mudah kan resep bahagia? Caranya? Tinggalkan masa lalu, mulailah dari hari ini dan saat ini juga, jangan terlalu risaukan tenatng masa depan. Tidak perlu mencari pembenaran orang lain, yang penting harus yakin bulat 100%. Take your first step today, right now and don't wait for tomorrow! Azwar Hasan Inisiator Gerakan Mari Berbagi |
|