Saya bukanlah orang yang menyukai tulisan. Saya juga bukan orang yang hobi membaca, namun ketika saya mendapatkan hadiah 2 buku dari mengikuti kegiatan National Camp Gerakan Mari Berbagi (GMB) 2016, saya sadar kedua hal tersebut adalah hal yang sangat luar biasa dan harus berjalan beriringan. Saya bertekad mulai sekarang untuk lebih rajin membaca dan membagikan cerita hidup saya dalam sebuah tulisan karena berbagi banyak caranya dan salah satunya adalah dengan ini walau cerita saya tak sehebat banyak orang namun apa salahnya berbagi sekecil apapun itu.
Gerakan Mari Berbagi (GMB), fanspage ini pertama kali muncul di timeline facebook saya pada tahun 2014. Awalnya tidak ada rasa ketertarikan untuk membuka bahkan mengetahui ada hal apa dibalik laman tersebut, namun pada saat muncul pengumumanopen registrasi di timeline saya tentang GMB, saya penasaran dan mencoba mengetahui apa inti dari kegiatan ini. Saat saya buka, pertama kali yang saya lihat adalah ada seorang teman yang telah menjadi anggota GMB yaitu Nuzul. Sebelumnya saya mengenal Nuzul pada sebuah kegiatan ditingkat nasional yaitu Parlemen Muda Indonesia. Saya dan Nuzul mewakili provinsi masing -masing. Saat itu saya mewakili Kalimantan Barat dan Nuzul mewaili Banten. Nuzul yang saya kenal adalah seseorang yang aktif dalam kegiatan kepemudaan dan tidak sembarangan memilih kegiatan dalam artian beliau selalu memilih kegiatan yang memiliki kualitas yang luar biasa. Berkatnya saya memiliki kesan baik terhadap GMB. Lanjut cerita saya melanjutkan rasa penasaran saya tentang GMB dan saat itulah dimulai perjalanan stalking terhadap GMB. Alhasil saya semakin mendapatkan pandangan yang luar biasa tentang GMB dan membulatkan niat saya untuk apply berkas menjadi calon GMB-ers. Tibalah waktunya pengumuman 100 besar calon peserta GMB di tahun 2014. Dengan sangat bersyukur nama saya tercantum di antara 99 orang pemuda yang disebut calon pemuka pemuda di atas rata-rata. Kemudian saya memiliki ekpektasi tinggi untuk lolos ke tahap selanjutnya 50 besar. Tapi, hal tersebut sedikit pudar ketika saya tidak bisa menghadiri seleksi interview di Jakarta dan hanya bisa melakukan interview by phonesebab saat itu terdapat kegiatan di asrama yang tidak bisa ditinggalkan. Sebagai mahasiswa yang mengenyam pendidikan di asrama sangat sulit membagi waktu antara kesibukan di asrama dengan kegiatan di luar asrama. Saya perlu menyesuaikan jadwal di asrama yang padat dan melewati prosedur izin yang berbeda dibanding dengan mahasiswa yang kuliah di kampus biasa sehingga hal ini sedikit mempersulit untuk saya mendapatkan izin hadir pada seleksi tersebut. Tak hayal jika biasanya saya harus melanggar peraturan dengan kabur melompat pagar di belakang asrama untuk mengikuti kegiatan di luar asrama. Tanpa mengurangi rasa kekecewaan saya yang tidak bisa hadir di seleksi nasional, panitia memberikan kesempatan untuk interview by phone. Saat saya sedang melakukan olahraga sore, handphone di saku saya bergetar dan dengan sigap saya langsung mengangkat panggilan tersebut. Bagaimana tidak, saya sudah menunggu dari 1 hari sebelumnya untuk melakukan interview by phone. Ketika panggilan itu dimulai, seorang wanita dengan suara yang lembut menyapa saya dan bertanya apakah saya sudah siap untuk melakukan interview, namun saya meminta waktu beberapa menit untuk saya kembali ke asrama agar interview berjalan lebih santai dibanding saya interview di lapangan lari. Panitia pun menerima permintaan saya tersebut. Saat tiba di asrama saya mengkonfirmasi panitia bahwa saya sudah siap untuk menjalaniinterview. Singkat cerita interview pun berakhir dengan sedikit kekecewaan karena saya tidak bisa bercerita dengan jelas tentang harapan dan kegiatan yang selama ini saya lakukan. Penantian panjang saya akan pengumuman 50 besar pun dibumbui dengan kekecewaan. Pasalnya nama saya tidak tercantum pada pengumuman tersebut. Dengan lapang dada saya mendoktrin diri saya bahwa saya gagal bukan karena keberhasilan yang tertunda tapi karena terdapat kesalahan yang saya lakukan sebelum masa gagal ini tiba. Saya gagal karena saya belum siap dan belum benar-benar memahami artinya berbagi. Kegagalan ini tidak membuat saya berhenti untuk meningkatakan partisipasi saya terhadap kegiatan kepemudaan tapi dengan ini membuat saya mulai meningkatkan keaktifan saya pada kegiatan-kegiatan di luar asrama karena dalam pikiran saya bahwa ketika saya berhenti dan hanya terfokus pada kegiatan di asrama, saya merasa kurang dalam berkontribusi untuk masyarakat luas dan networking saya hanya akan terbatas di lingkup asrama saja. Selama 2 tahun belakangan ini saya berusaha untuk aktif pada kegiatan di luar asrama dan memberikan kontribusi terhadap lingkungan di sekitar saya. Ketertarikan saya pun menjadi-jadi terhadap kegiatan kepemudaan. Saya sangat senang pada bidang pendidikan karena saya beranggapan bahwa pendidikan adalah akar dari segala masalah sosial sehingga ini menginisiatifkan saya untuk melakukan project Seribu Langkah Lampaui Batas (Selalu Batas) bersama teman-teman saya. Project ini telah kami lakukan di akhir tahun 2014 dengan mendonasikan 2000 buku di daerah pinggiran Kalimantan Barat yaitu Desa Serimbu, Kec. Air Besar, Kab. Landak, Kalimantan Barat. Saat itu akses menuju desa dari ibukota Kab. Landak (Ngabang) harus melewati jalan berlumpur. Tahun 2015 pun tiba dan saya menganggap di tahun ini adalah tahun dimana saya memiliki pikiran yang kotor karena saya mengganggap semua ini adalah persaingan. Saya harus bersaing dengan orang lain untuk terlihat lebih baik. Bersaing mengikuti kegiatan-kegiatan nasional ataupun internasional sehingga terlihat lebih keren dengan mengenyampingkan giving back program dari kegiatan yang saya ikuti. Di tahun tersebut, saya menjadi wakil Kalimantan Barat pada Indonesia Culture and Nationalism (ICN), peserta YSEALI United For Peace, terpilih menjadi Duta Pariwisata Mempawah, dan bahkan berhasil lolos menjadi salah satu peserta Science, Engineering, and Culture Exhibition (SCENE) goes to Australia 2016. Hal tersebut tidak membuat saya puas dan malah membuat saya berusaha untuk mengikuti hal yang lebih banyak lagi. Tahun 2016, saya ingin mencoba mengikuti seleksi Pertukaran Pemuda Antar Negara (PPAN) namun saya tidak bisa berpartisipasi karena saya melakukan praktek di daerah yang kurang akses signal dan internet, Desa Nanga Nyabau, Kec. Putussibau Utara, Kab. Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Di sana saya sangat bersyukur karena mendapatkan pengalaman yang luar biasa berharga. Saya berada di daerah mayoritas kristen namun ini tidak membuat saya menjadi minoritas walaupun seperti yang diketahui bahwa Kalimantan Barat adalah provinsi yang rentan akan perpecahan suku ataupun agama, saya tetap diterima dan dilayani dengan baik oleh masyarakat di sana. Hal ini membuka kembali pikiran saya bahwa saya harus berkontribusi lebih banyak lagi dengan mengkolaborasikan antara education dan diversity sehingga saya bercita-cita membuat project School in Diversity namun saya menahan project ini setelah Sekolah Batas Negeri selesai dikerjakan. Saat ini saya bersama tim sedang menginisiasi project Sekolah Batas Negeri di Entikong, Kalimantan Barat. Sekarang tengah proses fundrising dan roadshow. Berharap project ini berjalan dengan baik. Di tahun ini pula saya kembali melihat fanspage GMB sedang open registrasi. Saya ragu-ragu untuk mendaftarkan diri. Sampai di penghujung waktu penutupan, saya membulatkan kembali niat saya untuk mendaftar dan saya tidak ingin terlalu banyak berharap karena kegagalan pada kesempatan sebelumnya. Tibalah hari pengumuman 131 peserta yang lolos ke tahap selanjutnya. Saya melihat nama saya ada di pengumuman tersebut tapi tak se-interest seperti sebelumnya karena lagi-lagi saya takut gagal. Ketika dibagi kelompok untuk culture performance, saya menjadi tertarik karena di sini kita harus mempersiapkan penampilan kebudayaan. Saya adalah seseorang yang hobi menyanyi dan sangat senang dengan hal yang berbau seni karena bagi saya seni terutama musik adalah sesuatu yang bisa meningkatkan semangat dan wadah untuk mengekspresikan diri. Dengan adanya pembagian kelompok ini, saya dan anggota lainnya membuat grup di LINE dengan nama Kelompok 3 beranggotakan 9 orang tapi yang bisa hadir pada National Camp hanya 5 orang yaitu saya, Bayu, Merlin, Atina, dan Ageel karena Robby sedang menjalani Exchange Program di Colombia, Hani sedang persiapan kegiatan untuk kunjungan ke Spanyol, Indra tidak bisa hadir karena kerjaan di kantor yang tak bisa ditinggalkan, dan Alham sedang melakukan sebuah riset bersama tim risetnya. Lagi-lagi saya beranggapan bahwa GMB ini memiliki persaingan yang besar dengan orang-orang hebat di dalamnya yang membuat saya ragu untuk lolos atau tidak di GMB. Selain adanya grup kelompok di LINE. Kita calon peserta National Camp juga bergabung di sebuah grup Whatsapp yang dibuat oleh peserta sendiri. Di grup tersebut kita seakan-akan sudah lama mengenal dan sangat riuh dengan anggota grup berjumlah 100 lebih. Selama menunggu hari National Camp tiba, kami calon peserta menginisiasi sebuah kegiatan di grup yaitu Inspiring Talk (Intalk). Intalk adalah kegiatan sharing antar peserta untuk menceritakan dirinya masing-masing sesuai giliran dengan menghadirkan narasumber dari peserta dan dipandu oleh seorang moderator dari peserta juga. Dari intalk saya bisa lebih mengenal teman-teman yang luar biasa walaupun hanya sebatas virtual dan membuat saya tidak sabar untuk bertemu mereka. Dan lagi-lagi saya berpikir bahwa saya akan menemukan pesaing-pesaing yang luar biasa dan membuat saya takut gagal di kesempatan ke-2 ini. Singkat cerita hari itu pun tiba. Kami bertemu di meeting point yaitu di Stasiun Bogor. Di sana saya bertemu dengan mereka calon peserta National Camp dan kami pun berkenalan sembari menunggu panitia menjemput. Ketika panitia hadir, kami dibagi kelompok lagi yaitu kelompok tenda. Saat itu saya masuk dalam kelompok 9 yang beranggotakan 5 orang yaitu saya, Edgard, Bang Pendi, Eka, dan Gede. Kami diminta untuk berangkat menuju lokasi kegiatan bersama kelompok 1 yaitu Atina, Hesti, Putnaf, Mifta, dan Keket menggunakan angkot. Dari pembagian kelompok saya sudah mulai terkesan bahwa kegiatan ini benar-benar mengharuskan kita untuk saling mengenal dalam waktu singkat. Kelompok yang dibentuk tidak cukup sekali sampai akhir kegiatan namun kelompok dibentuk berulang kali dan membuat saya semakin penasaran akan kegiatan 3 hari kedepan. Saat tiba di lokasi camp, Ciawi, Bogor, kami disambut dengan baik oleh panitia dengan keramahtamahan dan senyuman manis mereka. Kami langsung meletakkan barang perlengkapan dan makan siang bersama. Singkat cerita acara pembukaan pun dimulai. Setelah sesi pembukaan yang diisi perkenalan dan pembacaan do and don’t oleh panitia. Kami dibagi kelompok lagi dan dibagi mentor ditiap kelompok. Saya bersama 4 rekan lainnya dibentuk menjadi satu kelompok baru yakni kelompok 3 yang beranggotakan saya, Bayu, Afifah Nur Fadila, Kak Rani, dan Siti Fadila dengan seorang mentor Airlangga. Setelah pembentukkan kelompok kami pun berkenalan. Tugas pertama yang kami kerjakan bersama adalah memasak dengan perlengkapan masak seadanya dan dengan bahan masakkan yang banyak. Untuk tugas pertama ini kami merasa gagal karena masakan kami belum selesai dipenghujung waktu tapi kami tidak pernah mencoba menyalahkan satu sama lain melainkan kami tertawa dan menikmati masakan apa adanya. Pada saat malam di hari pertama ketika sesi penyambutan selamat datang, bang Azwar selaku founder GMB memberikan kalimat-kalimat supernya yang menyadarkan saya bahwa di sini bukan tempat untuk bersaing melainkan tempat untuk berbagi dan belajar meningkatkan kapasitas diri untuk kemudian berkontribusi pada lingkungan. Bukan masalah menang atau kalah karena disini kita semua adalah pemenang jika sudah bisa berdamai dengan diri sendiri dan memfokuskan tujuan yang sebenarnya untuk hadir disini. Tatkala itu seketika saya terdiam dan saya benar-benar tersentak bahwa sekarang saya bukan berbicara tentang gagal pada masa sebelumnya dan harus berhasil pada kesempatan ini tapi saya harus membulatkan tujuan saya bahwa saya hadir disini untuk meningkatkan kapasitas dan networking yang saya bangun untuk berkontribusi kembali di daerah asal saya. Saya bukan orang yang baru pertama kali mengikuti kegiatan kepemudaan di nasional tapi ini pertama kali saya mengikuti kegiatan yang menyadarkan saya bahwa sekarang bukan saatnya untuk bersaing menjadi lebih baik jika niatmu tulus untuk berbagi. Hari pertama pun ditutup dengan malam yang sangat menyadarkan saya untuk terus mengintropeksi diri menjadi insan yang bermanfaat buat orang banyak bukan untuk menyombongkan diri. Hari selanjutnya adalah jadwal untuk outbond tapi sebelum outbond kami melakukan olahraga pagi. Pada sesi olahraga pagi kami diminta untuk berjalan santai bersama kelompok dan mentor sambil bercerita tentang Inspiring Person menggunakan Bahasa Inggris. Sepanjang perjalanan kami bercerita dan berbagi pengalaman tentang Inspiring Person. Saya, Kak Rani, Siti Fadila, dan Afifah Nur Fadila memiliki Inspiring Person yang sama yaitu Ibu. Kami memiliki anggapan yang sama bahwa ibu adalah seorang wanita yang kuat dan sangat menyayangi anak-anaknya. Bayu terinspirasi oleh seorang penulis buku yaitu Tere Liye karena isi cerita dari bukunya yang membuat Bayu mengagumi penulis tersebut. Dan Airlangga terinspirasi oleh Ayahnya yang pekerja keras dan mengasihi anak-anaknya. Singkat cerita setelah sarapan kami memulai outbond dipandu oleh Bang Ari dan kawan-kawan. Pada sesi outbond kami dibagi lagi menjadi 6 kelompok dan saya bergabung di kelompok 2 bersama Atina, Bayu, Siti Fadila, Afifah Nur Fadila, Kak Rani, Dayu, Garda, Nanda, Putnaf, Azizah, danNetty. Kami menamai kelompok kami yaitu Cihuyyy. Ntah dari mana asalnya tapi kami semua beranggapan dan memaknai pesan bang Azwar saat malam pertama bahwa kita di sini bukan bersaing melainkan bersama-sama bersinergi menikmati setiap moment yang ada dan jadilah diri sendiri. Kemudian kami diminta untuk memilih leader dan membuat yel-yel. Kelompok 2 mempercayakan saya untuk menjadi leader. Saya selalu berusaha untuk menekankan pada diri saya bahwa seorang pemimpin bukanlah orang yang paling hebat melainkan pemimpin yang baik adalah pemimpin yang bisa menyeimbangkan posisinya sebagai rekan kerja orang-orang yang dipimpinnya namun tetap memandu tujuan yang ingin dicapai bersama-sama. Alhasil kelompok 2 benar-benar menjadi kelompok yang bersahabat dan bisa melalui tahapan outbond bersama-sama tanpa kekecewaan sedikitpun. Bahagiapun terpancar lebar di wajah kami semua. Singkat cerita kelompok 2 menjadi kelompok terbaik pada sesi outbond. Kami menganggap ini adalah pencapaian tim yang luar biasa karena kami telah mengenyampingkan persaingan itu. Kami melupakan persaingan dan yang ada dibenak kami hanyalah kami hadir dengan tujuan yang baik dan menikmati setiap moment yang ada sembari mengambil nilai baik dari moment tersebut. Malam pun tiba saatnya kami untuk Culture Performance. Saya pun kembali bergabung dengan kelompok awal. Kami tidak menargetkan menjadi kelompok terbaik pada sesi ini. Kami hanya ingin menampilkan penampilan yang menghibur. Singkat cerita tiba giliran kami untuk persiapan di belakang panggung. Pada saat itu juga Atina panik karena kertas puisinya hilang dan dia khawatir tidak bisa menampilkan yang terbaik. Tapi saya dan merlin malah mentertawai wajahnya yang tegang dan suasana pun cair dengan solusi puisi tetap dilakukan dengan satu kertas dibaca bergantian. Biasanya ketika saya mengikuti lomba nyanyi dan tampil di depan umum saat mengisi acara saya merasa deg-degan karena saya menargetkan saya harus tampil memukau dan menjadi yang terbaik tapi kali ini saya sama sekali tidak deg-degan dan seakan lebih santai tampil depan peserta dan panitia karena saya telah termakan doktrin yang diberikan bang Azwar bahwa saya harus melupakan persaingan dan jadilah diri sendiri. Akhirnya kami pun tidak menyangka bahwa kami menjadi terbaik ke-2 pada sesi ini. Malam terakhir ini berakhir dengan hati yang berat untuk menyambut hari esok sebagai hari perpisahan. Hari terakhir pun tiba. Pagi setelah olahraga pagi kami melakukan sesi masak bersama untuk terakhir kalinya. Pada sesi ini kami kelompok 3 dengan mentor kami Airlangga sangat bangga karena akhirnya kami bisa belajar dari kesalahan disesi masak yang pertama dengan hasil masakan yang lezat dan paling cepat diantara kelompok lain. Pada sesi terakhir sebelum penutupan adalah Focus Group Discussion (FGD). Saat sesi ini kami diminta untuk membahas tentang bagaimana mempromosikan GMB sehingga dikenal banyak orang. Kami tiap orang mendapatkan kesempatan untuk memberikan pendapat. Kemudian kami diminta membuat visualisasi dari hasil yang kami bahas tadi. Selanjutnya kami diminta untuk berkeliling ke 4 kelompok lain yang memiliki tema berbeda untuk memberikan saran dari hasil visualisasi yang mereka buat. Sesi FGD pun berakhir dengan hasil yang luar biasa dari pemikiran orang-orang yang luar biasa. Semoga apa yang telah dirumuskan dapat direalisasikan dengan baik. Tanpa diduga-duga ternyata panitia menyiapkan sesi yang paling mengharukan dimana kami diminta untuk memilih 2 orang dari tiap kelompok yang dianggap pantas untuk lanjut ke tahap selanjutnya. Pada sesi ini solidaritas dan kekeluargaan dari kelompok 3 pun terlihat dimana kita sepakat memilih Afifah Nur Fadila dan Siti Fadila untuk lanjut. Suasana pun semakin haru ketika mereka menangis dan tidak menyangka bahwa kita bisa menepiskan ego kita dan menyepakati 2 nama di antara kita. Kenyataannya bahwa kita semua memang ingin untuk lanjut ke tahapan selanjutnya tapi kita kembali berpikir ulang siapa yang benar-benar membutuhkan ini sesuai penilaian kita. Dan akhirnya kita memutuskan 2 nama tersebut. Namun sayangnya Airlangga menyatakan bahwa nama tersebut masih rekomendasi dan akan dipertimbangkan lagi. Tibalah akhir dari kegiatan. Sesi akhir ini pun ditutup dengan kalimat pengingat dari bang Azwar bahwa kita harus sadar bahwa kompetisi tidak akan berakhir dan kita tidak akan pernah puas jika kita tak bisa berdamai dengan diri sendiri. Berdamailah dengan diri sendiri maka kamu akan menemukan kebahagian Kegiatan 3 hari yang luar biasa ini pun berakhir dengan moment yang sangat luar biasa. Saya pun bisa melupakan persaingan dan membulatkan tekad saya untuk berbuat lebih banyak lagi tanpa bumbu persaingan. As a youth we must realize that many social problem have to solved. We known but what we have done Many youth only do any competitions in their life. It’s never finish and we’re never satisfied. So, I invite you to make a peace in ourself that the content is there. We have to think and believe that we can change all as we want to be better without a competition with others. Everyone is a leader and we must collaborate to reach the goal 🏼 Special thanks for Bang Azwar who opens my mind about the real happiness. Terima kasih GMB 🏼 Arief Ali Basna Peserta National Camp Gerakan Mari Berbagi 2016
0 Comments
Gerakan Mari Berbagi mempertemukan pemuda pemudi diatas rata-rata dari Sabang sampai Merauke terkecuali saya yang hanya numpang profil. Meskipun begitu saya patut bersyukur bisa masuk 100 besar dari 600 an pendaftar. National Camp merupakan salah satu rangkaian kegiatan untuk menyeleksi yang pantas masuk 50 besar YA & YLF (Youth Adventure & Youth Leaders Forum) GMB (Gerakan Mari Berbagi) 2016. Yang dimana YA & YLF 2016 akan berlansung pada bulan Agustus-September di Yogjakarta-Jakarta. Tapi setelah saya melihat dan merasakan sendiri selama kegiatannya ternyata lebih dari sekedar kompetisi melainkan bagaimana kita tetap menjadi diri sendiri dan berkontribusi serta berbagi dalam perbedaan.
Kegiatan National Camp adalah kegiatan luar biasa yang telah dirancang sedemikian rupa sehingga bisa terlaksana dengan baik dan begitu membekas pada hati dan pikiran kami. Kedisiplinan dan efektifitas waktu begitu jelas dijujung tinggi selama kegiatan 3 hari 2 malam itu. Sambutan hangat dan keramahan dari panitia dan mentor-mentor hebat YA & YLF 2016, Board, Founder GMB, membuat kami merasa begitu terhormat. Meskipun kami berasal dari latar belakang yang berbeda-beda (agama, ras, budaya, ekonomi, sosial dll) tapi tak ada satu hal pun yang membuat kami harus berdebat melainkan saling berbagi pengalaman satu sama lain. Hal ini yang membuat saya merasakan indahnya “berbagi dalam perbedaan”. Gerakan Mari Berbagi hadir sebagai wadah dan fasilitator untuk mengkoneksikan orang-orang baik Indonesia. Melalui kegiatan National Camp inilah kami diperpertemukan dengan pemuda pemudi yang memiliki intergritas tinggi dari Sabang-Merake. Jika uang yang kami harapkan dari kegiatan ini maka sungguh tak ada satu rupiah pun dijanjikan untuk dibawa pulang. Jika lembaran kertas sertifikat yang ingin kami dapatkan maka tak satu orang pun mendapatkan itu. Oleh karena itulah, orang-orang yang hadir dikegiatan National Camp ini adalah bagaikan harta karun yang tak akan pernah habis. Sejak penjemputan di terminal Botani, Bogor saat itu pula saya bertemu dengan kakak panitia dan mentor yang akan mendampingi kami di Ciawi, Bogor lokasi kegiatan. Dari wajah-wajah mereka saya perhatikan satu persatu nampak begitu berbeda dengan tampak-tampak pemuda pemudi pada umumnya. Setelah sampai dilokasi kegiatan National Camp kami pun disambut beberapa panitia dan peserta lain yang dijemput distasiun kereta mulai berdatangan. Kami segera saling berkenalan satu sama lain dengan pemuda pemudi dari Sabang-Merauke ini. Wahhh... hati saya semakin menciut ternyata yang hadir adalah bukan hanya dari kalangan mahasiswa tingkat atas tapi dari kalangan professional juga yang sudah memiliki banyak pengalaman tentunnya. Merasa seperti butiran terigu setelah mengingat diriku yang baru saja genap 3 tahun duduk di universitas. Tak apalah saatnya saya belajar lebih banyak lagi kepada pemuda-pemudi diatas rata-rata ini. Banyak ilmu dan pengalaman luar biasa yang kami dapatkan dari kegiatan National Camp ini. Jika sebelumnya cerita tentang perjalanan kehidupan kami hanyalah sebuah dongeng belaka yang tak perlu dibagi kepada orang lain tetapi oleh Gerakan Mari Berbagi sangat mengapresiasi hal itu sebagai suatu bentuk prestasi dan perjuangan hidup yang sesungguhnya dan ingin melakukan perubahan kemajuan “mulailah dari diri sendiri”. Kegiatan seperti ini bukanlah yang pertama kali saya ikuti tapi mengapa ia begitu mudah membekas. Mungkin karena orang-orangnya yang sevisi dan pilihan dari beberapa pemuda-pemudi terbaik. Sehingga ketika kami bertemu bagaikan saudara yang pernah bersama dan terpisahkan kemudian bertemu kembali di National Camp ini. Selama kegiatan National Camp kami dituntut untuk menjadi individu yang mandiri dan mampu bergotong royong antara satu dengan yang lain. Berbagai jenis game yang kami coba untuk memainkannya. Gamenya bukan sembarangan. Dari game tersebut menyimpan banyak makna, filosofi dan nilai-nilai kehidupan yang berbeda-beda tergantung dari kemampuan sudut pandang kami melihatnya dan merealisasikan dalam kehidupan sehari-hari pada lingkungan sekitarnya. Inilah yang mengajarkan kepada kami bahwa “hidup melampui kepentingan dari diri sendiri”. Ada beberapa makna yang saya petik dari nilai-nilai game tersebut. Pertama, bagaimana kita menjadi pemimpin yang bijaksana? Dan bagaimana ketika kita menjadi anggota atau karyawan yang bijaksana pula? Kedua, ketika kita menjadi pemimpin maka segala sesuatu yang kita putuskan adalah harus berdasarkan hasil kesepakatan bersama dari semua anggota. Ketiga, pemimpin tidak harus selalu benar dan boleh saja salaH. Maka disinilah peran seorang anggota yang bijaksana untuk memberikan kritik ataupun saran yang membangun. Sebagai seorang pemimpin tentu saja harus bersedia untuk mendengarkan dan menjadi sebuah pertimbangan. Keempat, kerja sama yang baik dalam sebuah tim akan memberikan kekuatan luar biasa dalam mewujudkan visi dan misi. Komunikasi yang baik dan sopan santun adalah hak yang harus dipenuhi untuk setiap orang tanpa terkecuali demi kenyamanan bersama dan terciptanya rasa saling mengahargai. Kelima, perbedaan bukan asalan yang harus kita perdebatkan melainkan mengajarkan kepada kami bahwa pentingnya ”berbagi dalam perbedaan”. Pada saat malam penutupan, semua pemuda-pemudi yang telah dibagi dalam beberapa kelompok menampilkan kalaborasi budaya nusantara. Modelnya macam-macam tak bisa saya sebutkan satu persatu. Yang jelas malam itu selain sifatnya menghibur juga membuat saya dan peserta lainnya mengenal budaya dari Sabang-Merauke. Acara masak bersama yang dilakukan selama 2 kali adalah sebagai momen coba-coba dan sekaligus pertunjukan siapa yang paling enak masakannya. Banyak peristiwa tak terduga selama acara memasak ini tapi cukuplah kami yang mengalami dan kami yang mentertawakannya. Jika selama ini saya masih merasa kurang cukup untuk berbagi kepada yang membutuhkan, maka melalui kegiatan National Camp Gerakan Mari Berbagi menyadarkan saya bahwa begitu banyak potensi dalam diri yang dapat kita jadikan sebagai bekal untuk berbagi kepada sesama. Berbagi tidak selalu identik dengan uang tetapi lebih dari itu. Senyum, cerita, pengalaman, dll adalah ladang untuk memanen kebaikan setelah kita berbagi. Karena dengan berbagi maka kita ada. Tak perlu kita dikenal siapa. Tapi cukup kita mengenal diri sendiri untuk apa kita ada dan hidup. Tak perlu mengukur berapa imbalan dari yang kita bagi. Tapi cukuplah “kesukarelawan” dan kita harus sadar bahwa begitu banyak nikmat Allah yang telah kita rasakan dan dapatkan jika dibandingkan dengan saudara-saudara lain yang ada dipelosok nusantara dan belum seberuntung kita hari ini. Maka ini akan menjadi tugas bersama berbagi dengan mereka. Jakarta Selatan, 19 Desember 2015 adalah pertama kali saya mendengar nama GMB dari seorang alumni GMB tahun 2012. Saat itu saya bertemu dengannya tanpa sebuah rencana, karena sebelumnya saya belum pernah mengenalnya. Namanya Puji Sari, mahasiswa dari Universitas Tadulako yang saat itu ia baru saja pulang dari Homestay di Jepang. Saya yakin dipertemukan dengannya karena rencana Allah disalah satu rumah teman bernama Visa, mahasiswa dari Universitas Negeri Jakarta yang baru saya kenal sebulan yang lalu ketika ia datang ke Sulawesi Tenggara pada kegiatan PIMNAS (Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional) ke- 28 di Universitas Halu Oleo, kampus saya. Ketika saya kembali ke Sulawesi, saya segera mencari tahu tentang GMB melalui website Gerakan Mari Berbagi dan tanpa menunggu waktu lama saya pun lansung mendaftar hingga akhirnya lupa kalau saya pernah mendaftar program ini. Ketika pengumuman enam bulan kemudian saya pun merasa kaget dengan sebuah pesan mengucapkan "selamat iya.." Segala sesuatu yang kita capai tak terlepas dari sebuah proses yang begitu panjang, mulai dari keluarga, sekolah, perguruan tinggi, komunitas, organisasi dan orang-orang yang dengan hati mulia telah membantu kita. Maka ucapan terima kasih adalah hal yang patut untuk dilakukan sebagai bentuk penghargaan dan mengingat jasa-jasa mereka meskipun itu belum cukup untuk membalas segala bentuk kebaikan dan pengabdian mereka. Sebelumnya saya tidak pernah memikirkan bahwa melalui tangan-tangan beliaulah saya akan sampai pada perjalanan ini. Namun hari ini saya sadar bahwa beliau adalah orang-orang yang Allah takdirkan sebagai tempat saya belajar. Terima kasih atas suportifitas Universitas Halu Oleo, Jurusan Pendidikan Biologi, Pak La Ode Midi, Pak La Ode Syukurr yang selalu memotivasi dengan kata-kata “jalan saja dulu nanti pikirnya dibelakang”. Belaiu dosen sekaligus guru kehidupan yang membimbing di PMW (Program Mahasiswa Wirausaha Universitas Halu Oleo 2015 kemarin). Seperti itulah kira-kira makna dari nasehat beliau, Pak Damhuri (Mantan Ketua Jurusan Pendidikan Biologi yang dengan diam-diam saya termotivasi dengan perjuangan beliau sejak pertama kali saya mendengarnya). Ibu Kasmawati (orang tua ketiga yang telah mendidikku selama lanjut SMA di pulau perantauan mohon maaf belum bisa membalasnya) dan Pak Saleh & Ibu Nasra (beliau adalah orang tua kesembilan saya, yang selalu mesupport semua kegiatan yang saya ikuti selama 2 tahun didaerah perantuan ini). Tak lupa saya ucapkan terima kasih kepada orang-orang telah memberikan training kepada saya dan keluarga besar di oganisasi maupun komunitas yang telah memberikan bekal sehingga saya sampai pada kegiatan National Camp YA & YLF GMB 2016 ini. Ibu Marwa (Founder MHMMD (Mengelola Hidup Merencanakan Masa Depan), Pak Nyoman Ariwibowa (Owner Gold Dream Indonesia), Pak Sardin Nafigator (CEO Sinergi Motiva Indonesia), Pak Handry Satriago (CEO General Elektric), Pak Bahlil Lahadalia (BPP HIPMI (Himpunan pengusaha Muda Indonesia)) dll. Juga keluarga besar Himpunan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Biologi UHO, LSIP (Lingkar Studi Ilmu Penalaran) FKIP UHO, UK Kewirausahaan UHO, Klinik Kewirausahaan UHO, PMW (Program Mahasiswa Wirausaha) UHO, WMM (Wirausaha Muda Mandiri) wilayah Sulawesi-Maluku, HIPMI PT (Himpunan Pengusaha Muda Perguruan Tinggi) SULTRA, Komunitas RHI Rumah Hijau Indonesia, AIM (Aksi Indonesia Muda) dan keluarga Besar di BUTIK (Beasiswa Unggulan Teknologi Industri Kreatif) CIMB Niaga dan KEMENDIKBUD RI. Memenangkan kompetisi bukanlah tujuan saya hari ini, melainkan ucapan syukur kepada Allah karena telah menjadikan saya anak yang mandiri dan tak menyusahkan orang tua selama hampir 20 tahun, dan ucapan terima kasih kepada Gerakan Mari Berbagi yang telah mempertemukan saya dengan orang-orang se-visi di National Camp ini. Terima kasih bang Azwar Hasan (Founder Gerakan Mari Berbagi), bang Haga Christian Ginting(Ketua panitia YA & YLF GMB 2016), bang Dede Prabowo (Board yang telah datang jauh- jauh dari Jepang), kak Ahmad Yusuf (mentor terbaik kelompok 11), serta semua panitia dan mentor yang telah menyambut kedatangan kami. Terima kasih para pejuang YA & YLF GMB 2016 telah datang dan berabagi cerita. Semoga kita menjadi pemuda pemudi yang mampu melakukan perubahan di daerah kita masing-masing. Dan siapapun yang terpilih 50 besar di YA & YLF GMB 2016 berarti itulah yang terbaik diantara kumpulan orang-orang terbaik. Tidak perlu berkecil hati. Yang terpenting adalah mempersiapkan dan memperbaiki segala kekurangan kita hari ini untuk mengikuti seleksi tahun berikutnya. Semoga nanti kita bisa menjadi keluarga besar di Gerakan Mari Berbagi. Selamat berjuang dan selamat mencoba pemuda pemudi diatas rata-rata. Semua pasti indah pada waktunya. “Jika dulu kita sering bertanya apa yang telah Indonesia berikan kepada kita mungkin hari ini harus dibalik apa yang telah kita berikan untuk Indonesia” . Hallo pemuda pemudi mari bersama membangun jembatan untuk menyebrang ke pulau impian masing-masing. Terima kasih atas suportif dari kak Puji Al-Khawarizmi, kak Visya Al Biruni, kak Muhammad Sahlan Ramadhan Solichin, kak Muhammad Derick Awaluddin, kak Harianto Albarr, Faradillah Ali, dll. Semoga saya menjadi bagian pemudi muna yang mampu berkontribusi seperti kak Adelia Pela, kak Rahmat Muallim dan kak Laode Munafar. Salam Gerakan Mari Berbagi, Kendari, 28 Juli 2016, Wa Ramada, Peserta National Camp Gerakan Mari Berbagi 2016 |
|