Saya bukanlah orang yang menyukai tulisan. Saya juga bukan orang yang hobi membaca, namun ketika saya mendapatkan hadiah 2 buku dari mengikuti kegiatan National Camp Gerakan Mari Berbagi (GMB) 2016, saya sadar kedua hal tersebut adalah hal yang sangat luar biasa dan harus berjalan beriringan. Saya bertekad mulai sekarang untuk lebih rajin membaca dan membagikan cerita hidup saya dalam sebuah tulisan karena berbagi banyak caranya dan salah satunya adalah dengan ini walau cerita saya tak sehebat banyak orang namun apa salahnya berbagi sekecil apapun itu.
Gerakan Mari Berbagi (GMB), fanspage ini pertama kali muncul di timeline facebook saya pada tahun 2014. Awalnya tidak ada rasa ketertarikan untuk membuka bahkan mengetahui ada hal apa dibalik laman tersebut, namun pada saat muncul pengumumanopen registrasi di timeline saya tentang GMB, saya penasaran dan mencoba mengetahui apa inti dari kegiatan ini. Saat saya buka, pertama kali yang saya lihat adalah ada seorang teman yang telah menjadi anggota GMB yaitu Nuzul. Sebelumnya saya mengenal Nuzul pada sebuah kegiatan ditingkat nasional yaitu Parlemen Muda Indonesia. Saya dan Nuzul mewakili provinsi masing -masing. Saat itu saya mewakili Kalimantan Barat dan Nuzul mewaili Banten. Nuzul yang saya kenal adalah seseorang yang aktif dalam kegiatan kepemudaan dan tidak sembarangan memilih kegiatan dalam artian beliau selalu memilih kegiatan yang memiliki kualitas yang luar biasa. Berkatnya saya memiliki kesan baik terhadap GMB. Lanjut cerita saya melanjutkan rasa penasaran saya tentang GMB dan saat itulah dimulai perjalanan stalking terhadap GMB. Alhasil saya semakin mendapatkan pandangan yang luar biasa tentang GMB dan membulatkan niat saya untuk apply berkas menjadi calon GMB-ers. Tibalah waktunya pengumuman 100 besar calon peserta GMB di tahun 2014. Dengan sangat bersyukur nama saya tercantum di antara 99 orang pemuda yang disebut calon pemuka pemuda di atas rata-rata. Kemudian saya memiliki ekpektasi tinggi untuk lolos ke tahap selanjutnya 50 besar. Tapi, hal tersebut sedikit pudar ketika saya tidak bisa menghadiri seleksi interview di Jakarta dan hanya bisa melakukan interview by phonesebab saat itu terdapat kegiatan di asrama yang tidak bisa ditinggalkan. Sebagai mahasiswa yang mengenyam pendidikan di asrama sangat sulit membagi waktu antara kesibukan di asrama dengan kegiatan di luar asrama. Saya perlu menyesuaikan jadwal di asrama yang padat dan melewati prosedur izin yang berbeda dibanding dengan mahasiswa yang kuliah di kampus biasa sehingga hal ini sedikit mempersulit untuk saya mendapatkan izin hadir pada seleksi tersebut. Tak hayal jika biasanya saya harus melanggar peraturan dengan kabur melompat pagar di belakang asrama untuk mengikuti kegiatan di luar asrama. Tanpa mengurangi rasa kekecewaan saya yang tidak bisa hadir di seleksi nasional, panitia memberikan kesempatan untuk interview by phone. Saat saya sedang melakukan olahraga sore, handphone di saku saya bergetar dan dengan sigap saya langsung mengangkat panggilan tersebut. Bagaimana tidak, saya sudah menunggu dari 1 hari sebelumnya untuk melakukan interview by phone. Ketika panggilan itu dimulai, seorang wanita dengan suara yang lembut menyapa saya dan bertanya apakah saya sudah siap untuk melakukan interview, namun saya meminta waktu beberapa menit untuk saya kembali ke asrama agar interview berjalan lebih santai dibanding saya interview di lapangan lari. Panitia pun menerima permintaan saya tersebut. Saat tiba di asrama saya mengkonfirmasi panitia bahwa saya sudah siap untuk menjalaniinterview. Singkat cerita interview pun berakhir dengan sedikit kekecewaan karena saya tidak bisa bercerita dengan jelas tentang harapan dan kegiatan yang selama ini saya lakukan. Penantian panjang saya akan pengumuman 50 besar pun dibumbui dengan kekecewaan. Pasalnya nama saya tidak tercantum pada pengumuman tersebut. Dengan lapang dada saya mendoktrin diri saya bahwa saya gagal bukan karena keberhasilan yang tertunda tapi karena terdapat kesalahan yang saya lakukan sebelum masa gagal ini tiba. Saya gagal karena saya belum siap dan belum benar-benar memahami artinya berbagi. Kegagalan ini tidak membuat saya berhenti untuk meningkatakan partisipasi saya terhadap kegiatan kepemudaan tapi dengan ini membuat saya mulai meningkatkan keaktifan saya pada kegiatan-kegiatan di luar asrama karena dalam pikiran saya bahwa ketika saya berhenti dan hanya terfokus pada kegiatan di asrama, saya merasa kurang dalam berkontribusi untuk masyarakat luas dan networking saya hanya akan terbatas di lingkup asrama saja. Selama 2 tahun belakangan ini saya berusaha untuk aktif pada kegiatan di luar asrama dan memberikan kontribusi terhadap lingkungan di sekitar saya. Ketertarikan saya pun menjadi-jadi terhadap kegiatan kepemudaan. Saya sangat senang pada bidang pendidikan karena saya beranggapan bahwa pendidikan adalah akar dari segala masalah sosial sehingga ini menginisiatifkan saya untuk melakukan project Seribu Langkah Lampaui Batas (Selalu Batas) bersama teman-teman saya. Project ini telah kami lakukan di akhir tahun 2014 dengan mendonasikan 2000 buku di daerah pinggiran Kalimantan Barat yaitu Desa Serimbu, Kec. Air Besar, Kab. Landak, Kalimantan Barat. Saat itu akses menuju desa dari ibukota Kab. Landak (Ngabang) harus melewati jalan berlumpur. Tahun 2015 pun tiba dan saya menganggap di tahun ini adalah tahun dimana saya memiliki pikiran yang kotor karena saya mengganggap semua ini adalah persaingan. Saya harus bersaing dengan orang lain untuk terlihat lebih baik. Bersaing mengikuti kegiatan-kegiatan nasional ataupun internasional sehingga terlihat lebih keren dengan mengenyampingkan giving back program dari kegiatan yang saya ikuti. Di tahun tersebut, saya menjadi wakil Kalimantan Barat pada Indonesia Culture and Nationalism (ICN), peserta YSEALI United For Peace, terpilih menjadi Duta Pariwisata Mempawah, dan bahkan berhasil lolos menjadi salah satu peserta Science, Engineering, and Culture Exhibition (SCENE) goes to Australia 2016. Hal tersebut tidak membuat saya puas dan malah membuat saya berusaha untuk mengikuti hal yang lebih banyak lagi. Tahun 2016, saya ingin mencoba mengikuti seleksi Pertukaran Pemuda Antar Negara (PPAN) namun saya tidak bisa berpartisipasi karena saya melakukan praktek di daerah yang kurang akses signal dan internet, Desa Nanga Nyabau, Kec. Putussibau Utara, Kab. Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Di sana saya sangat bersyukur karena mendapatkan pengalaman yang luar biasa berharga. Saya berada di daerah mayoritas kristen namun ini tidak membuat saya menjadi minoritas walaupun seperti yang diketahui bahwa Kalimantan Barat adalah provinsi yang rentan akan perpecahan suku ataupun agama, saya tetap diterima dan dilayani dengan baik oleh masyarakat di sana. Hal ini membuka kembali pikiran saya bahwa saya harus berkontribusi lebih banyak lagi dengan mengkolaborasikan antara education dan diversity sehingga saya bercita-cita membuat project School in Diversity namun saya menahan project ini setelah Sekolah Batas Negeri selesai dikerjakan. Saat ini saya bersama tim sedang menginisiasi project Sekolah Batas Negeri di Entikong, Kalimantan Barat. Sekarang tengah proses fundrising dan roadshow. Berharap project ini berjalan dengan baik. Di tahun ini pula saya kembali melihat fanspage GMB sedang open registrasi. Saya ragu-ragu untuk mendaftarkan diri. Sampai di penghujung waktu penutupan, saya membulatkan kembali niat saya untuk mendaftar dan saya tidak ingin terlalu banyak berharap karena kegagalan pada kesempatan sebelumnya. Tibalah hari pengumuman 131 peserta yang lolos ke tahap selanjutnya. Saya melihat nama saya ada di pengumuman tersebut tapi tak se-interest seperti sebelumnya karena lagi-lagi saya takut gagal. Ketika dibagi kelompok untuk culture performance, saya menjadi tertarik karena di sini kita harus mempersiapkan penampilan kebudayaan. Saya adalah seseorang yang hobi menyanyi dan sangat senang dengan hal yang berbau seni karena bagi saya seni terutama musik adalah sesuatu yang bisa meningkatkan semangat dan wadah untuk mengekspresikan diri. Dengan adanya pembagian kelompok ini, saya dan anggota lainnya membuat grup di LINE dengan nama Kelompok 3 beranggotakan 9 orang tapi yang bisa hadir pada National Camp hanya 5 orang yaitu saya, Bayu, Merlin, Atina, dan Ageel karena Robby sedang menjalani Exchange Program di Colombia, Hani sedang persiapan kegiatan untuk kunjungan ke Spanyol, Indra tidak bisa hadir karena kerjaan di kantor yang tak bisa ditinggalkan, dan Alham sedang melakukan sebuah riset bersama tim risetnya. Lagi-lagi saya beranggapan bahwa GMB ini memiliki persaingan yang besar dengan orang-orang hebat di dalamnya yang membuat saya ragu untuk lolos atau tidak di GMB. Selain adanya grup kelompok di LINE. Kita calon peserta National Camp juga bergabung di sebuah grup Whatsapp yang dibuat oleh peserta sendiri. Di grup tersebut kita seakan-akan sudah lama mengenal dan sangat riuh dengan anggota grup berjumlah 100 lebih. Selama menunggu hari National Camp tiba, kami calon peserta menginisiasi sebuah kegiatan di grup yaitu Inspiring Talk (Intalk). Intalk adalah kegiatan sharing antar peserta untuk menceritakan dirinya masing-masing sesuai giliran dengan menghadirkan narasumber dari peserta dan dipandu oleh seorang moderator dari peserta juga. Dari intalk saya bisa lebih mengenal teman-teman yang luar biasa walaupun hanya sebatas virtual dan membuat saya tidak sabar untuk bertemu mereka. Dan lagi-lagi saya berpikir bahwa saya akan menemukan pesaing-pesaing yang luar biasa dan membuat saya takut gagal di kesempatan ke-2 ini. Singkat cerita hari itu pun tiba. Kami bertemu di meeting point yaitu di Stasiun Bogor. Di sana saya bertemu dengan mereka calon peserta National Camp dan kami pun berkenalan sembari menunggu panitia menjemput. Ketika panitia hadir, kami dibagi kelompok lagi yaitu kelompok tenda. Saat itu saya masuk dalam kelompok 9 yang beranggotakan 5 orang yaitu saya, Edgard, Bang Pendi, Eka, dan Gede. Kami diminta untuk berangkat menuju lokasi kegiatan bersama kelompok 1 yaitu Atina, Hesti, Putnaf, Mifta, dan Keket menggunakan angkot. Dari pembagian kelompok saya sudah mulai terkesan bahwa kegiatan ini benar-benar mengharuskan kita untuk saling mengenal dalam waktu singkat. Kelompok yang dibentuk tidak cukup sekali sampai akhir kegiatan namun kelompok dibentuk berulang kali dan membuat saya semakin penasaran akan kegiatan 3 hari kedepan. Saat tiba di lokasi camp, Ciawi, Bogor, kami disambut dengan baik oleh panitia dengan keramahtamahan dan senyuman manis mereka. Kami langsung meletakkan barang perlengkapan dan makan siang bersama. Singkat cerita acara pembukaan pun dimulai. Setelah sesi pembukaan yang diisi perkenalan dan pembacaan do and don’t oleh panitia. Kami dibagi kelompok lagi dan dibagi mentor ditiap kelompok. Saya bersama 4 rekan lainnya dibentuk menjadi satu kelompok baru yakni kelompok 3 yang beranggotakan saya, Bayu, Afifah Nur Fadila, Kak Rani, dan Siti Fadila dengan seorang mentor Airlangga. Setelah pembentukkan kelompok kami pun berkenalan. Tugas pertama yang kami kerjakan bersama adalah memasak dengan perlengkapan masak seadanya dan dengan bahan masakkan yang banyak. Untuk tugas pertama ini kami merasa gagal karena masakan kami belum selesai dipenghujung waktu tapi kami tidak pernah mencoba menyalahkan satu sama lain melainkan kami tertawa dan menikmati masakan apa adanya. Pada saat malam di hari pertama ketika sesi penyambutan selamat datang, bang Azwar selaku founder GMB memberikan kalimat-kalimat supernya yang menyadarkan saya bahwa di sini bukan tempat untuk bersaing melainkan tempat untuk berbagi dan belajar meningkatkan kapasitas diri untuk kemudian berkontribusi pada lingkungan. Bukan masalah menang atau kalah karena disini kita semua adalah pemenang jika sudah bisa berdamai dengan diri sendiri dan memfokuskan tujuan yang sebenarnya untuk hadir disini. Tatkala itu seketika saya terdiam dan saya benar-benar tersentak bahwa sekarang saya bukan berbicara tentang gagal pada masa sebelumnya dan harus berhasil pada kesempatan ini tapi saya harus membulatkan tujuan saya bahwa saya hadir disini untuk meningkatkan kapasitas dan networking yang saya bangun untuk berkontribusi kembali di daerah asal saya. Saya bukan orang yang baru pertama kali mengikuti kegiatan kepemudaan di nasional tapi ini pertama kali saya mengikuti kegiatan yang menyadarkan saya bahwa sekarang bukan saatnya untuk bersaing menjadi lebih baik jika niatmu tulus untuk berbagi. Hari pertama pun ditutup dengan malam yang sangat menyadarkan saya untuk terus mengintropeksi diri menjadi insan yang bermanfaat buat orang banyak bukan untuk menyombongkan diri. Hari selanjutnya adalah jadwal untuk outbond tapi sebelum outbond kami melakukan olahraga pagi. Pada sesi olahraga pagi kami diminta untuk berjalan santai bersama kelompok dan mentor sambil bercerita tentang Inspiring Person menggunakan Bahasa Inggris. Sepanjang perjalanan kami bercerita dan berbagi pengalaman tentang Inspiring Person. Saya, Kak Rani, Siti Fadila, dan Afifah Nur Fadila memiliki Inspiring Person yang sama yaitu Ibu. Kami memiliki anggapan yang sama bahwa ibu adalah seorang wanita yang kuat dan sangat menyayangi anak-anaknya. Bayu terinspirasi oleh seorang penulis buku yaitu Tere Liye karena isi cerita dari bukunya yang membuat Bayu mengagumi penulis tersebut. Dan Airlangga terinspirasi oleh Ayahnya yang pekerja keras dan mengasihi anak-anaknya. Singkat cerita setelah sarapan kami memulai outbond dipandu oleh Bang Ari dan kawan-kawan. Pada sesi outbond kami dibagi lagi menjadi 6 kelompok dan saya bergabung di kelompok 2 bersama Atina, Bayu, Siti Fadila, Afifah Nur Fadila, Kak Rani, Dayu, Garda, Nanda, Putnaf, Azizah, danNetty. Kami menamai kelompok kami yaitu Cihuyyy. Ntah dari mana asalnya tapi kami semua beranggapan dan memaknai pesan bang Azwar saat malam pertama bahwa kita di sini bukan bersaing melainkan bersama-sama bersinergi menikmati setiap moment yang ada dan jadilah diri sendiri. Kemudian kami diminta untuk memilih leader dan membuat yel-yel. Kelompok 2 mempercayakan saya untuk menjadi leader. Saya selalu berusaha untuk menekankan pada diri saya bahwa seorang pemimpin bukanlah orang yang paling hebat melainkan pemimpin yang baik adalah pemimpin yang bisa menyeimbangkan posisinya sebagai rekan kerja orang-orang yang dipimpinnya namun tetap memandu tujuan yang ingin dicapai bersama-sama. Alhasil kelompok 2 benar-benar menjadi kelompok yang bersahabat dan bisa melalui tahapan outbond bersama-sama tanpa kekecewaan sedikitpun. Bahagiapun terpancar lebar di wajah kami semua. Singkat cerita kelompok 2 menjadi kelompok terbaik pada sesi outbond. Kami menganggap ini adalah pencapaian tim yang luar biasa karena kami telah mengenyampingkan persaingan itu. Kami melupakan persaingan dan yang ada dibenak kami hanyalah kami hadir dengan tujuan yang baik dan menikmati setiap moment yang ada sembari mengambil nilai baik dari moment tersebut. Malam pun tiba saatnya kami untuk Culture Performance. Saya pun kembali bergabung dengan kelompok awal. Kami tidak menargetkan menjadi kelompok terbaik pada sesi ini. Kami hanya ingin menampilkan penampilan yang menghibur. Singkat cerita tiba giliran kami untuk persiapan di belakang panggung. Pada saat itu juga Atina panik karena kertas puisinya hilang dan dia khawatir tidak bisa menampilkan yang terbaik. Tapi saya dan merlin malah mentertawai wajahnya yang tegang dan suasana pun cair dengan solusi puisi tetap dilakukan dengan satu kertas dibaca bergantian. Biasanya ketika saya mengikuti lomba nyanyi dan tampil di depan umum saat mengisi acara saya merasa deg-degan karena saya menargetkan saya harus tampil memukau dan menjadi yang terbaik tapi kali ini saya sama sekali tidak deg-degan dan seakan lebih santai tampil depan peserta dan panitia karena saya telah termakan doktrin yang diberikan bang Azwar bahwa saya harus melupakan persaingan dan jadilah diri sendiri. Akhirnya kami pun tidak menyangka bahwa kami menjadi terbaik ke-2 pada sesi ini. Malam terakhir ini berakhir dengan hati yang berat untuk menyambut hari esok sebagai hari perpisahan. Hari terakhir pun tiba. Pagi setelah olahraga pagi kami melakukan sesi masak bersama untuk terakhir kalinya. Pada sesi ini kami kelompok 3 dengan mentor kami Airlangga sangat bangga karena akhirnya kami bisa belajar dari kesalahan disesi masak yang pertama dengan hasil masakan yang lezat dan paling cepat diantara kelompok lain. Pada sesi terakhir sebelum penutupan adalah Focus Group Discussion (FGD). Saat sesi ini kami diminta untuk membahas tentang bagaimana mempromosikan GMB sehingga dikenal banyak orang. Kami tiap orang mendapatkan kesempatan untuk memberikan pendapat. Kemudian kami diminta membuat visualisasi dari hasil yang kami bahas tadi. Selanjutnya kami diminta untuk berkeliling ke 4 kelompok lain yang memiliki tema berbeda untuk memberikan saran dari hasil visualisasi yang mereka buat. Sesi FGD pun berakhir dengan hasil yang luar biasa dari pemikiran orang-orang yang luar biasa. Semoga apa yang telah dirumuskan dapat direalisasikan dengan baik. Tanpa diduga-duga ternyata panitia menyiapkan sesi yang paling mengharukan dimana kami diminta untuk memilih 2 orang dari tiap kelompok yang dianggap pantas untuk lanjut ke tahap selanjutnya. Pada sesi ini solidaritas dan kekeluargaan dari kelompok 3 pun terlihat dimana kita sepakat memilih Afifah Nur Fadila dan Siti Fadila untuk lanjut. Suasana pun semakin haru ketika mereka menangis dan tidak menyangka bahwa kita bisa menepiskan ego kita dan menyepakati 2 nama di antara kita. Kenyataannya bahwa kita semua memang ingin untuk lanjut ke tahapan selanjutnya tapi kita kembali berpikir ulang siapa yang benar-benar membutuhkan ini sesuai penilaian kita. Dan akhirnya kita memutuskan 2 nama tersebut. Namun sayangnya Airlangga menyatakan bahwa nama tersebut masih rekomendasi dan akan dipertimbangkan lagi. Tibalah akhir dari kegiatan. Sesi akhir ini pun ditutup dengan kalimat pengingat dari bang Azwar bahwa kita harus sadar bahwa kompetisi tidak akan berakhir dan kita tidak akan pernah puas jika kita tak bisa berdamai dengan diri sendiri. Berdamailah dengan diri sendiri maka kamu akan menemukan kebahagian Kegiatan 3 hari yang luar biasa ini pun berakhir dengan moment yang sangat luar biasa. Saya pun bisa melupakan persaingan dan membulatkan tekad saya untuk berbuat lebih banyak lagi tanpa bumbu persaingan. As a youth we must realize that many social problem have to solved. We known but what we have done Many youth only do any competitions in their life. It’s never finish and we’re never satisfied. So, I invite you to make a peace in ourself that the content is there. We have to think and believe that we can change all as we want to be better without a competition with others. Everyone is a leader and we must collaborate to reach the goal 🏼 Special thanks for Bang Azwar who opens my mind about the real happiness. Terima kasih GMB 🏼 Arief Ali Basna Peserta National Camp Gerakan Mari Berbagi 2016
0 Comments
Leave a Reply. |
|