YLC saya beri tanda khusus dan saya garis bawahi, event yang akan menyenangkan dan membawa banyak perubahan dan menambah ilmu saya untuk masa yang akan datang. Saya yakin akan banyak hal baru yang saya dapat. Spektakuler, tidak terduga. Bertemu dengan teman disana adalah pengalaman paling unik. Bertemu orang-orang terpilih yang datang dari penjuru nusantara bahkan para pelajar yang sedang studi di luar negara. “recharge my self”. Berharap menemukan banyak hal baru, menjalin relasi dan memperkuat ukhuwah diantara para manusia yang haus ilmu dan ingin belajar, tentunya. Ternyata sebagian besar dari harapan itu adalah benar, berbuah manis! Pasti ada sesuatu baru disini yang bisa saya pelajari untuk memperbaiki diri, itu adalah kalimat yang saya camkan dalam benak disaat kali mengikuti event-event dan acara keilmuwan atau saat bepergian. Sejauh ini masih ampuh sebagai cara belajar yang menyenangkan bagi saya, alhamdulillah ada di YLC.
Yang paling saya sukai di YLC, mendengar mimpi mereka, menceritakan mimpi saya, dan menceritakan mimpi kami bersama ke depan. Apa yang sudah kita lakukan untuk orang-orang sekitar dan apa yang bisa kita lakukan? Sedikit sekali rasa pesimis disana, hampir tidak ada. Karena kami tahu, setiap orang berhak punya mimpi. Mimpi itu gratis. Harapan itu boleh, asal jangan ambisi dan lupa daratan. Semuanya sederhana, berusaha dan berdoa, selebihnya serahkan pada sang pemilik semesta. Kita semua punya potensi, walau kita pernah salah, disana kita belajar, untuk bangun dan berjalan lagi, intinya jangan pernah berhenti, boleh sekali melihat ke belakang tujuannya tidak bukan untuk melihat sejauh mana kita sudah berubah dan berjalan jauh, menuju harapan yang lebih baik. Asal kita mau belajar dan kembali pada panah yang sudah kita tancapkan di depan. Fokus! Kamu bisa!. Semuanya akan terasa mudah jika kamu sudah berpikir positif di awal dan punya niatan yang baik, apapun itu. Belajar tanpa menggurui, hanya saling sharing pengalaman, tetapi justru inilah cara belajar yang lebih membekas bagi saya, tidak ada gap, kita semua sama, pemuda yang mau belajar, yang mau berbuat sesuatu untuk lingkungan, dan saat YLC, saat kita mengisi dan menambah amunisi kita, untuk menggapai sesuatu di depan. Tak ada kata tak bisa, jika mau mencoba belajar, dan tidak mudah menyerah. Karena sesungguhnya, rimbunan hutan itu tidak selebat dan serimbun yang kamu duga saat kamu mendekat dan menebangnya. Kamu bisa. Intinya adalah jangan membiarkan waktumu sedikit pun untuk mengeluh dan pesimis apalagi putus asa. Karena banyak kotak pandora yang belum sempat kamu buka, jalani saja, berdoa pada-Nya. Just make your dreams come true. Mimpi itu penting! Sangat penting saat membuat mimpi dan berjalan mewujudkan mimpi jadi kenyataan! Jangan batasi mimpi anda, tetapi ingat, jangan sering berangan-angan! Buatlah ia menjadi asa yang nyata, agar bisa dinikmati dan disyukuri!. Tidak ada waktu untuk galau, menyianyiakan waktu, bermalas-malasan. Belajarlah yang rajin, temukan bakatmu dan wujudkan mimpimu jadi kenyataan. Love what youdo, I love what Ido. Belajar yang menyenangkan bagi saya adalah dengan bertemu orang baru, belajar pengalaman mereka, mendengar cerita hebat mereka, mendengar motivasi mereka, cerita sederhana mereka, harapan kecil mereka, pergi antara satu tempat ke tempat lain, dan banyak melakukan sesuat disana, banyak pengalaman tidak terduga, yang pastinya tidak di set, hanya orang-orang yang mau belajar yang bisa mengubah pemikiran mereka ke arah lebih maju, mengambil hikmah disetiap kejadian dalam hidup, di tempat asing sekalipun!. Di YLC saya menemukan itu semua, bertemu orang-orang hebat yang sudah membuat hidupnya berguna untuk orang lain. Orang hebat yang mau berbuat apa yang dia bisa bagi lingkungannya. Dibidang apapun itu, dibidang manapun kita bergelut, jadilah yang terbaik disana. Cari hal yang kamu sukai, fokus dan berkembanglah disana. Di YLC saya menemukan hal yang menyenangkan ini, proses belajar hebat yang tidak terasa bosan sedikit pun. Sangat menyenangkan bahkan dan sungguh berkesan. Setiap sesi berjalan alami, dan dalam benak saya, apalagi ya ke depan? Hal menyenangkan apalagi ini? Belajar yang saya suka! Banyak hal yang saya dapat. Bagaimana membuat diri ini berguna bagi orang lain, karena sesungguhnya Allah sang Pencipta menciptakan manusia untuk menjadi khalifah di muka bumi. Di YLC kamu boleh memilih mimpi mana yang kamu mau raih, karena kamu bisa untuk mewujudkannya. Karena pada hakikatnya manusia bisa mendapatkan apa saja yang dia inginkan jika ia berusaha, itu sudah hukum Allah. tetap Allah Maha Mengetahui bagi kita, dan Allah yang maha tahu di tempat dan kondisi mana terbaik untuk kita. YLC adalah salah satu ajang muhasabah diri bagi saya, sejauh mana saya sudah menjalani hidup, apa yang sudah saya dapat, dan sejauh mana saya sudah bersyukur atas semua nikmat yang Allah berikan. Hari-hari yang dilewati bersama terasa sangat singkat dan berlalu begitu saja, sejujurnya masih sangat haus mendengar hal-hal spektakuler yang telah dilakukan orang lain untuk orang lainnya. Tentunya tidak sabar untuk berbuat juga hal yang kita bisa untuk lingkungan kita. Mengasah lagi motivasi dan azzam untuk menjadi manusia lebih baik, saling menguatkan satu sama lain. Selagi kita muda kita lebih kuat secara fisik dari orang yang sudah umurnya 40-an, jadi tidak ada waktu menunda apalagi galau dengan aktivitas bermanfaat yang sebenarnya bisa kita lakukan. Ada banyak hal yang menunggu kita di luar sana wahai anak muda! Belajar menghargai diri saat menekuni sesuatu yang mendatangkan manfaat bagi orang banyak. Karena kata Nabi Muhammad, orang yang paling baik diantar kamu adalah orang yang paling bermanfaat bagi orang lain. Kuncinya percaya diri dan yakin pada kemampuan diri dengan tetap berpedoman pada al-Qur’an dan Al-Hadist. Susun strategi untuk mencapai tujuan dengan cara yang diridhai-Nya, dan ikhlaslah saat kamu belum mencapainya, Allah knows the best for us.Jangan cepat puas, tetapi bersyukur itu harus. Hidayah dan ilmu itu dicari! YLC adalah majelis ilmu yang bukan biasa bagi saya! Allah sudah memberikan semua hal yang kita butuhkan dalam hidup, budidayakan akal dan biasakan ia untuk mencari anugerah Allah itu. Tuliskan mimpimu, hal familiar yang sering saya dengar dari orang-orang sukses. Saya mendengar lagi ini di YLC, sangat tidak asing, dan rupanya memang kunci mereka orang-orang sukses. Tuliskan saja, agar kamu tidak lupa, dan pikiranmu secara tidak sadar akan menuju dan mengarahkan perbuatanmu ke dalam mimpimu, semuanya bersinergi, kekuatan pikiran, law of attrativness, hukum ketertarikan. Sederhananya, itu adalah do’a yang kamu selalu camkan dalam pikiran, Allah mengabulkannya. Karena aku sesuai dengan prasangka umat-Ku. so, positive thinking kamu bisa meraih mimpimu selagi itu sejalan dengan perintah-Nya dan adalah suatu hal baik, apalagi bermanfaat bagi orang lain. Positive thinking membuat pikiran dan jiwamu jadi punya energi yang terus baru, fisik dan psikologis kita jadi lebih siap dan lebih yakin dengan fungsi mereka masing-masing, karena kita menghargai organ-organ melalui cara yang sebenarnya simple saja, yaitu berpikir positif . Teamwork, Saat kita ingin menjadi agen perubahan dan sukses menjadi pemimpin dari sendiri, maka tugas kita selanjutnya adalah menjadi pemimpin bagi orang-orang disekitar kita, syaratnya adalah bisa bekerja dalam tim, karena manusia itu pada dasarnya unik, dan orang lain itu pasti beda dari kita, tantangan kita selanjutnya adalah bagaimana tetap bisa menuju satu titik tujuan dengan menyatukan pikiran dari sesuatu yang unik dan berbeda (pikiran manusia). Dari kak Arief Suditomo (Pemilik Redaksi RCTI). Seorang yang sudah tidak lagi muda, tetapi belum cukup berumur yang sudah memegang kesuksesan dan berpengaruh di Indonesia. Strategi, kecakapan dan pengalaman yang banyak membuat saya belajar tentang suatu hal disana. Berpikir kreatif dan cepat, prioritaskan kepentingan orang banyak, insya Allah kepentingan pribadimu akan ikut terangkat dengan sendirinya. Ahmad Fuadi. “Manjadda wajada, man sabara zafira”. Pasangan muda (bersama istri) yang sudah keliling banyak negara di dunia, punya hobi menulis yang hebat, proses yang tidak singkat, dimulai dari menulis majalah sekolahan (pesantren) dan berbahasa inggris, tetap fokus pada mimpinya dibidang kewartawanan hingga pada akhirnya menjadi seorang jurnalis hebat. Lakukan sesuatu bermanfaat secara continue, red: menulis. Lama kelamaan kamu akan terkejut karena sudah berbuah hebat. Sehari saja satu lembar, setahun sudah bisa menerbitkan buku . Sabar=usaha+doa. Iman Usman. Mendengar pertama kali ia bicara, di depan saya ada seorang pemuda yang masih muda, 20-an, tidak takut sedikitpun, datang dari tempat yang jauh. Saya pernah melihat account facebooknya, dan setelah YLC saya mendapat informasi dari teman dekat, yang rupanya setia membaca dan mengikuti aktivitas Iman di twitter. Ternyata dia adalah seorang muda yang fokus pada mimpinya, dan menurut saya tidak pernah berhenti untuk mewujudkan mimpinya. Searching saja di google, ketik nama “Iman Usman” apa yang dibilang mbah google, mewakili penjelasan saya. Yang saya tagline dari seorang Iman Usman adalah: “lakukan sesuatu di dunia ini, jika bukan kamu yang melakukannya, maka hal itu tidak akan terjadi di dunia ini karena, tidak ada orang lain yang bisa melakukan hal itu, hanya kamu! ya,, jika bukan kamu, siapa lagi?. Hal=suatu kebaikan yang bermanfaat bagi orang lain dan kita sukai juga. Kak Dian (Manager Smash). Komunikasi yang baik dan sukses menyampaikan informasi yang baik dan benar ke lawan bicara sangat penting. Entrepreunership bisa dimulai sejak dini, selagi kita masih muda. Kak Azwar Hasan (Pendiri Forum Bangun Aceh). Hidup disipilin, seimbang dunia dan akhirat. Lakukan usaha berkali lipat dari orang lain baru boleh berharap kamu menjadi sukses diantara yang lain. Belajar, nekat, coba hal-hal baru. Yang saya tahu dari tokoh-tokoh di atas adalah mereka bukan dari kalangan atas, “awalnya”,rata-rata perantau, mereka semua pembelajar tangguh dan sudah lulus seleksi alam . So, Who’s next? Pelita Hayati Peserta Youth Leadership Camp 2012
0 Comments
Arnald memperhatikan dandananku di kamar hotel saat kami akan berjalan-jalan pagi itu. Bahkan saat aku melilitkan sebuah tali accesories di atas kerudungku. Sesuatu yang tidak pernah ku lakukan sebelumnya di Jakarta saat aku bersamanya.Accesories itu sudah lama aku beli. Tetapi aku baru mengenakannya sewaktu di Bali.
Arnald menggodaku dengan penampilan baruku itu. Aku mengancam bahwa aku akan melepaskan accesories ini segera kalau dia tidak berhenti. "Bagus kok. Kenapa lo nggak pernah pakai saat di Jakarta. Lo pasti nggak Pede kan?" Kalimatnya benar-benar membuatku malu. Dia memuji penampilanku disamping menyudutkanku dengan kalimatnya yang terakhir. Aku berkilah, bahwa aku Pede memakainya di Jakarta. Hanya aku tidak ingin memakainya. Padahal, aku berbohong dan aku rasa Arnald tahu kalau aku berbohong. "Kamu cantik sekali", bg Az juga memujiku malam harinya saat kami berkumpul. Untung saja cahaya Blue Ocean Cafe remang-remang jadi mereka semuanya tidak dapat menyaksikan betapa meronanya muka aku saat bg Az memujiku. Malam itu kami berkumpul di salah satu cafe di Legian bersama teman-teman bg Az lainnya. Ada bg Eqi, kk Eva, bg Freddy dan bg Andrian. Pada kesempatan itulah aku dan Arnald harus mempresentasikan hasil kegiatan sosial kami di Jogja, Semarang dan Surabaya. Kami menceritakan semua kronologis perjalanan kami sampai akhirnya kami tiba di Bali. Jarang sekali orang memuji penampilanku. Terutama para lelaki yang ada di sekelilingku. Bahkan aku tidak pernah mendengar ayahku sendiri memuji penampilanku. Itu sesuatu yang langka dalam hidupku. Karena bg Az dan Arnald, kedua lelaki itu membuat aku lebih berani. Mungkin pujian itu tak seberapa penting bagi mereka. Tetapi pujian itu yang telah mengantarkan keberanian aku untuk siap menerima perubahan yang lebih baik dalam hidupku. Bali telah memberi arti tersendiri bagiku saat aku bersama mereka. Semenjak kejadian itu, aku selalu ingin tampil lebih baik setiap harinya. Sungguh, aku jadi berani mengubah penampilanku sesuai dengan yang ku inginkan. Bahkan di Jakarta sekalipun aku benar-benar melakukanya. Mencoba beberapa gaya dalam berkerudung. memadu-padankan warna dalam berpakaian. Mungkin sedikit rahasia, dulu aku tidak memiliki baju yang berwarna cerah. Semua baju yang ku kenakan meliputi warna hitam, coklat dan abu-abu. Hanya ketiga warna itu yang paling ku sukai. Menyebalkan sekali ternyata aku menyukai warna-warna yang secara psikologis melambangkan hidup kelabu. Pakaian aku mulai berwarna saat aku kuliah dan bergabung di beberapa youth club di Aceh. Seperti English Club, disanalah aku bertemu dengan teman-teman yang hatinya seperti malaikat. Mereka mengajariku tentang warna dalam berpakaian. Bahkan mereka sering menculikku saat club belum mulai. Di toilet, mereka membentuk jilbabku sesuai dengan mereka suka. Kejadian ini diakhiri dengan tantangan bagiku untuk mengenakan baju berwarna cerah dan tampil di depan mereka di lain pertemuan. Saat itulah aku mulai merubah kebiasaan menggunakan pakaian yang berwarna cerah. Sahabat dekatku Sapril, juga mengajariku satu hal. Sewaktu kami di Sydney ikut program Youth Leadership Camp tahun 2012. Dia mengatakan sesuatu kepadaku saat ku tanya pendapatnmya tentang warna bajuku. Aku membawa beberapa baju ke Sydney tapi ku simpan rapi dalam lemari karena aku belum berani menggunakannya. Baju-baju itu berwarna aneh menurut aku. "Jangan pernah takut untuk mencoba warna-warna baru. Jangan terlalu memikirkan omongan orang. Lakukan dan kenakan saja apapun yang kamu sukai". Kalimat itu meyakinkan aku di kemudian hari untuk berani menggunakan baju berwarna hijau disana. Untuk pertama kalinya dalam hidupku aku mengenakan baju berwarna hijau. Ternyata yang terjadi kemudian adalah beberapa orang memuji penampilanku dalam sebuah pesta ulang tahun yang ku hadiri di New Castle. "Nice colors girl", begitu kata mereka padaku. Sebelumnya aku selalu malu untuk tampil berbeda mungkin lebih tepatnya merubah kebiasaan lamaku. Sulit menjadi feminim setelah sekian lama menjadi gadis tomboy. Namun, pujian teman-teman dekatku dan apresiasi kedua laki-laki itu saat di Bali telah meninggalkan bekas dihatiku. Sekarang, di Jakarta saat orang-orang memandangku dan memperhatikan penampilanku dengan seksama. Ku rasakan perasaanku gugup seketika dan merasa minder saat itu juga. Namun, satu hal yang paling ku syukuri adalah ketika perasaan minder ini datang, aku membayangkan Arnald disampingku dan berdiri dekat denganku sambil bilang "Bagus kok" dan bg Az yang akan berkata "Kamu cantik". Seketika aku menegakkan kepala kembali mengingat mereka. Apresiasi itu telah membuat aku merasa dicintai dan dihargai. Agustina Anggota Cakrawala Club Jakarta, 4 September 2013 Seri Trekking Gunung Rinjani
'Tentu rasa syukur ini tidak akan habis terucap oleh keterbatasan kata dan bahasa yang kumiliki ' batinku berbisik saat aku berdiri memegang papan bertuliskan 'Puncak Rinjani 3726 dpml ' di titik tertinggi di puncak gunung itu. Kembali tergiang konflik di diriku ketika seorang teman, Todi, mengajak naik gunung. Ketika itu aku ragu. Aku mengkritisi ajakan itu. ''Ngapain capek2x, itu kan hobinya anak2x muda seusia ponakan atau adik adiku lah. Ga pantas dan ngabisin enerji en buang2x waktu saja. Ngapain menyiksa diri sih? nga da kerjaan apa. So why wonder and go with this unknown group?' Is it worth to go?” Seribu satu tanya datang silih berganti menanggapi ajakan itu. Aku memang termasuk orang yg ga mudah diyakini bahkan terhadap pemikiranku sendiri. Setahun sudah tertunda dan akhirnya tekad itu kubulatkan dengan modal ' do it and you will gain a lot of things en this is a new experience that will enrich your life. No pain no gain! Do it, do it en do it now! Kutinggalkan hiruk pikul Jakarta di akhir Agustus itu. Pekerjaan dan clients yang memaksaku untuk tidak bisa pergi karena semua menuntut dibereskan segera permintaan mereka, kutinggalkan. "Ah sudahlah, tidak kan habis permintaan dan pekerjaan itu dan ingat 'live the life you always want to live"begitu nasehat Paulo Coelho. Mantra itu menyempurnakan tekad pendakian pertama dalam hidupku. Aku tidak tahu apa yg harus kubawa. Kumasukan semua items seperti yang diperintahkan ketua tim di email dalam rangsel baru yang belum pernah tersentuh itu. Ternyata memang, semua bisikan tanya itu teruji dalam setiap tahap pendakian itu. Berbagi tidur dengan kawan setim yang 'bernyanyi' alis mendengkur dering tak henti hingga pagi. Aku super sensitif terhadap sedikit saja suara akan membangunkanku. Asap rokok adalah musuh utamaku dan itu menjadi santapan rutin sebagian besar anggota tim. ' Shiit!! Why I have to be with these smokers' egoku brontak tapi kutahan untuk harmoni kelompok. Melawan ego diri yang melebihi perjuangan melawan dinginnya udara malam Gunung Rinjani itu tidaklah mudah. Tetap tersenyum ramah walau hati marah parah. Bagiku Rokok adalah saran gaul yang benar2x tidak bisa aku terima dan hanya mematikan diri perokok dan orang disekitarnya. Membunuh diri dan orang lain secara halus. Tidak mudah bagiku berada disamping perokok. Pernah aku 'mengusir' tim wartawan Spanyol di kantorku karena merokok sambil menunggu aku selesai rapat untuk diwawancarai. Jelas ada tulisan “Dilarang Merokok di Kawasan ini!” Naeklah pitamku karena aku merasa mereka tidak aturan yang berlaku yang mati-matian ku perjuangkan selama ini, wartawan pula yang notabene-nya pasti lebih paham dan telah melihat banyak dunia lain. Sekedar informasi saja, di kantorku berlaku aturan dilarang merokok dan membuang plastik apapun dan sampah-sampah lain yang dapat merusak lingkungan di dalam kawasan kantor. Yang melanggar dikenakan denda Rp 5000 dan yang melihat tidak melaporkan ke bagian personalia, dikenakan denda Rp 10,000. Denda itu dipotong otomatis dari gaji mereka secara sepihak oleh bagian personalia tanpa perlu kompromi. Mereka tinggal mencatat tanggal dan tempat kejadian tersebut. Uang tersebut diperuntukan untuk kegiatan sosial. Hasilnya sangat efektif dalam budaya macho dan perokok yang 90%, setelah 3 bulan, yang protes berterima kasih karena telah memaksa dan membantu mereka keluar dari kebiasaan merokok. Entah bagaimana awalnya, setiap perokok mempunyai definisi miris dalam persepsiku. Bau rokok bisa membunuh hari-hariku dan semangatku. Begitulah perlawananku yg tdk kompromi terhadap asap rokok. Tidak mudah tapi aku coba mengerti kelompok ini yg baru kukenal seumur jagung. Kucoba pahami, rokok bagi mereka barangkali untuk mengusir dinginnya udara puncak gunung. Maafkan kawan, aku mencoba mengerti tapi hatiku tidak bisa bo’ong kalau aku memang tidak suka dengan fenomena merokok dan asapnya yang dihirupkan oleh orang disekitar perokok. ‘I just cann’t buy it at all’ Anyway, Niatku makin teruji ketika aku berada hanya sekitar beberapa ratus meter mencapai puncak. Tidak ada lagi kawan satu group, aku benar2x merasa beku dan kecut dalam kesendirian yang menakutkan. Kukumpulkam tenaga tersisa mengejar kawan yang sudah lebih dahulu ke atas, tapi itu hanya bertahan beberapa langkah lalu tersungkur kembali diantara batu2x cadas gunung itu. Kuperhatikan ke bawah satu per satu pendaki diantara remanng cahaya fajar di pagi itu, tak jua kutemukan temanku yang satu group. Dalam kegamangan dan rasa letih aku bergumam 'Az, this is life, a real life. Pada akhirnya, kau sendirilah yang harus menanggung semua resiko dari keputusan yang kau buat. Dont blame others! Mereka juga pasti sedang berusaha berjuang untuk dirinya sendiri. Niatmulah yang diuji dan yang menentukan reaksimu terhadap pendakian ini. Tidak ada yang memaksamu ikut. Kau ikut untuk mengenal dirimu sendiri lebih baik melalui pendekatan ini. So, move on! fokuslah pada kekuatan dan niatmu dan bukan mennyalahkan orang lain. lakonilah dengam senang hati dan jangan mengeluh. ' Kupenuhi pikiran dengan kata kata bijak itu utk sebagai penumbuh semangat. Dalam risau dan galau letihku yang dalam, kudapati diriku sendiri terduduk di pinggir jalan daki berbatu cadas nan berdebu, fisikku terlalu lemah utk terus berjalan dengan bermodal nasihat2x itu. Dalam ketidakberdayaan itu pikiranku melayang ' aduh bagaimana si Botot, yg sakit perut dan tertinggal atau ditinggalkan ditengah2x pendakian!' Rasa bersalah menyelimuti diriku. Ingin aku terbang terjun kembali ke bawah tuk memastikan teman seperjalanan ini tidak apa2x. Aku merasa mengambil tindakan yg salah karena meneruskan perjalanan padahal ada teman yg pasti membutuhkan bantuanku. Kubayangkan kalau itu diriku sendiri. maafkan aku. Ini benar2x pengalaman pertamaku. Aku binggung harus bagaimana. Kau pasti sedang berjuang dalam gulitanya malam dan sakit perutmu itu. Tanpa kusadari ada air yang menetes dipipiku, aku pikir embun pagi telah menyapaku dengan kelembutannya, ternyata air itu dari mata hatiku yang mencoba mengerti keadaanku saat itu. Kerinduan akan rumah dan 3 anak dirumah yang masih mbutuhkanku. ibundaku yg masti menanyakan kemana anaknya sudah beberapa hari tidak ada kabar. aku tidak mau berakhir disini. Berjuang melawan keletihan diri, terbayangkan kawan2x yang lain yg sedang tdk mudah menaklukan perjalanan ini. kesendirian ditengah2x pendakian , kemana aku harus berpegang jika tiba2x aku tersungkur jatuh dan pingsan. Oh no! This cannot be happen!Ini bukan cerita yang ingin kubagikan dan kuceritakan. Aku datang dan harus menang menaklukan semua ini. Aku ingat ' kalau kamu percaya, kamu pasti bisa.’ Kembali ke niatmu! Kau kesini untuk mengenal dirimu se diri sedekat-dekatnya dan jangan sia2xkan kesempatan ini. Iya aku harus bangkit! Kuraih tongkat pendakian yang menjadi temen setiaku dan menerima beban tubuhku tanpa mengeluh. Kucoba percaya 'Botot pasti aman di tangan si Locker, porter yang pengalaman. Eva dalam awasan Bang Ion yang sabar. mereka pasti akan baik2x saja' aku membatin menenangkan diri. Ku kumpulkan semangat menyusul si freddy yang tertatih letih yang sudah menghilang dalam awan debu dan kabut pagi di depan mataku. Kuangkat kaki yang mulai membeku dingin dan beratnya udara dingin. Kedingan yang belum pernah kurasakan diantara 40an negara yang telah kusapa dalam hidup ini. 'Tak…, tik…, tuk…' tongkat besiku mulai berbunyi lagi. Aku jadikan bunyi tongkat itu sebagai nyanyian fajar yang menemaniku menuju Puncak Rinjani. Coba ku tersenyum dan bersyukur setiap langkah tergerak. Memang rasa syukur ini terbukti majur menguatkanku. Kucoba ingat nasihat kawan2x yang sudah sering naik gunung: 'Tidak usah lihat ke puncak, lihat ke depan langkahmu, jangan lihat ke curang dikiri kananmu karena hanya akan melemahkanmu. Teruslah melangkah, tidak perlu tergesa2x, nikmati setiap langkahmu itu dan maknailah momen ini untuk memahami kehidupan. Tarik napas secara teratur melalui hidung dan buanglah lewat mulut, itu pasti akan membantu staminamu. Bayangkan indahnya ketika mencapai puncak itu dan rasa bahagiamu. It would be a priceless experience of life. bla bla bla...' Kucoba ingat segala petuah dari pendaki sebelumnya dan akhirnya sampailah aku di kawasan titik 3726 mdpl pada pukul 8.15 pagi hari selasa 30 Agustus 2013. ‘Alhamdulilah, Puji Tuhan, helaluyah…’ apapunlah itu ungkapannya. Tak ada pilihan kata yang pantas untuk mewakili perasaanku berhasil mencapai titik ini. Aku berdiam diri disudut kira-kira 100 meter dari titik yang dituju semua orang. Ingin kunikmati dan kusyukuri momen-momen seperti itu. Kucoba cerna hambatan fisik dan mental selama perjalanan beberapa hari ini. Kurasakan aura kebahagian, kebanggaan, sekaligus keletihan yang tak mampu disembunyikan oleh para pendaki itu. Aku bahagia menemukan diriku sendiri diantara para pendaki itu, walaupun nafas hanya cukup tersisa untuk memastikan aku tidak pingsan. Jaring tangan kananku mencubit kulit tangan kiriku, hanya sekedar memastikan aku bukan sedang bermimpi. Aku benar-benar telah sampai di puncak ini. Aku sudah melewati masa-masa kritis di pendakian ini. ya aku merasakan sakit ketika dicubit oleh tangan kanan ku sendiri dan aku menarik nafas panjaaaaang dan kutahan dalam hitungan sepuluh untuk memastikan aku bukan sedang menghirup udara biasa, tapi udara di Puncak Gunung Rinjani. Kami meninggalkan tenda dini hari pukul 1.30 dalam kedinginan yang mengeringkan kulit dan mata. Terima kasih Gunung Rinjani, kau ajarkan aku arti kekuatan sebuah niat. Karena niatlah yang bekerja dalam alam bawah sadarku tanpa henti dari apa yang sedang dan akan ku lakukan. Aku belajar bahwa pada akhirnya akulah yang harus dengan ikhlas dan berani menempuh perjalanan ini, ya perjalanan hidup ku sendiri. Jika aku kuat dan menemukan kedamaian dalam diriku sendiri, pasti itu akan terpancar dari sikap dan tingkahku baik terhadap diriku sendiri maupun lingkunganku. Kau ajari aku arti pentingnya kebersamaan dalam menempuh perjalanan yang terjal. Kebersamaan sering membuat banyak rintangan menjadi lebih mudah. Terima kasih eva, todi, eki, freddy dan botot. Kalian telah mewarnai satu lagi ruang dalam hidupku dan itu tidak mungkin terhapus karena sudah kuletakkan dalam bingkai persahabatan pendakian yang indah. Pendakian ini adalah refleksi kehidupan nyata dan memberikan aku kesempatan untuk belajar hidup menjadi lebih bermakna. Nyanyianmu Eki akan terus mengingatkanku akan perjalanan ini 'Sembaluuuuun… Tak ada lagi kesempatanku tuk bisa bersamamu...' Bang Az Puncak Gunung Rinjani, 20130903. Kota Surabaya benar-benar panas. Aku beberapa kali menegak air minum botol mineral yang dibeli oleh kakak sepupu Arnald. Namanya kak Yuli, dia gadis yang baik dan bersikap ramah kepada kami berdua sebagai tamu di rumahnya. Perjalanan menuju salah satu terminal di Surabaya ini pun menghabiskan waktu setengah jam. Aku merasakan keringat yang mulai meleleh di sekujur tubuhku. Sebenarnya aku tidak terlalu lelah karena hanya duduk manis dibonceng oleh kak Yuli dengan motornya.
Begitu tiba di terminal, lelahku mulai terasa. Belum pulih semuanya energi aku sejak menghabiskan 12 jam menempuh perjalanan dari Bali menuju Surabaya. Aku hanya mengumpulkan sedikit sisa-sisa tenaga. Apalagi persinggahan kami di Surabaya hanya beberapa jam saja tidak sampai menginap. Arnald, semenjak sampai di Surabaya dia sama sekali tidak istirahat karena disibukkan dengan mencari tiket kereta dan bus. Aku bersikeras untuk menginap semalam, namun ia ingin cepat-cepat kembali ke Jakarta karena kuliahnya yang sudah lama ia tinggalkan. Ditambah lagi dengan persiapannya untuk berangkat ke Cina, masih banyak berkas yang harus ia selesaikan dan itu semakin membuat dia tidak tenang. Aku dan kak Yuli beberapa kali berkeliling mencari-cari Arnald di terminal. Ia berangkat menggunakan motor teman kak Yuli. Akhirnya kami putuskan untuk menunggunya di Waiting Room saja. 15 menit kemudian akhirnya Arnald sampai di tempat kami duduk. Bukan hanya berdua dengan teman kak Yuli yang mengantarnya, tapi Arnald malah membawa dua orang Calo di belakangnya. Mungkin kata yang lebih tepat bahwa mereka didikuti Calo itu. Aku tidak heran sebenarnya, karena memang inilah terminal. Sudah sangat terbiasa untuk pendatang seperti kami ataupun pendatang lainnya diikuti oleh Calo untuk ditawarkan membeli tiket padanya. Mereka kerap mengelabui orang dengan harga tiket yang melambung tinggi. Kadang mereka adu jotos bersikeras memaksa orang untuk membeli tiket pada mereka kalau ada yang melawan tidak segan-segan mereka mengancam atau hanya sekedar menakut-nakuti. Sebagai pendatang, kadang tidak berani berbuat apapun maka sering kali terjebak dalam jebakan yang sudah disusun rapi oleh calo-calo tersebut. Aku melihat Calo itu mulai memaksa Arnald untuk membeli tiket padanya. Arnald terus-menerus bilang tidak tapi sepertinya calo itu tidak peduli. Mereka ingin memaksa Arnald karena memang telah mengincarnya dari tadi. "Nggak usah mas, nggak usah repot-repot. Kami sudah punya travel". begitu kalimat terakhir Arnald yang ku dengar. Selanjutnya yang terjadi calo itu membentak-bentak Arnald. "...Mau apa kamu. Tidak menghargai pekerjaan orang kamu hah!!" aku tidak dapat merekam dengan jelas kalimat-kalimat yang dituturkan calo itu. Namun, aku menebak sebentar lagi Arnald bakal kena bogem mentah calo itu. Aku membaca bahasa tubuh calo itu yang mulai tidak sabaran dan mukanya yang merah padam. Aku bangun dari kursi tempatku duduk dan mendekati Arnald. "Kamu duduk sini dulu Nald", kataku sambil menarik tangannya. Lalu aku duduk disamping Arnald sambil memperhatikan tingkah calodi depan kami. Melihat Arnald yang menuruti kata-kataku dan tidak berkutik lagi akhirnya calo itu menawarkan pilihan terakhirnya. "Mau beli tiket sama kami atau travel?" katanya kemudian. "Travel", jawab Arnald singkat. Calo itu menarik temannya dan segera berlalu. "Tidak seharusnya kamu emosi menanggapi para calo tadi. Kalau kamu tidak aku suruh duduk calo itu akan segera menghajarmu. Berjanjilah untuk tidak marah-marah lagi. Aku tidak mau terjadi sesuatu sama kamu di perjalanan ini", kataku padanya setelah calo-caloitu tidak lagi kelihatan. "Kesel gua sama calo-calo disini", aku lihat muka Arnald memerah menahan emosi. "Kamu melupakan sesuatu nald. Kamu tau, kehadiran mereka tadi yang mengusik kita adalah bagian ujian dari perjalanan ini. Kalau saja kamu berkelahi dengan mereka tadi maka perjalanan kita ini cacat. Harusnya kamu tidak melupakan bahwa hal seperti ini juga bagian dari perjalanan kita". Kataku sambil melemparkan pandangan ke arah bus-bus yang akan segera berangkat meninggalkan Surabaya di hari itu. "Aku lupa Gus, makasih ya udah ingatin aku. Sumpah aku lupa kalau ini bagian dari perjalanan". Kalimat yang manis sekali. aku tersenyum ke arahnya dan merasa sangat bersyukur karena dia masih baik-baik saja. Paling tidak, kami belajar sesuatu hari ini. Detik-detik terakhir dalam sebuah perjuangan butuh konesentrasi yang ekstra karena sering kali lupa atau tergoda akan ending dari sebuah perjalanan lalu tidak menyadari kecerobohan yang dilakukan. Padahal kecerobohan itu dapat merusak ending yang harusnya bahagia. Agustina Anggota Cakrawala Club Surabaya, 2 September 2013 |
|