Sejak dua hari yang lalu sebenarnya saya mulai kangen dengan berbagai hal yang berbau Indonesia. Saya tidak tahu mengapa. Homesick (kangen rumah) ini datang terlalu cepat dari yang diperkirakan. Saya baru saja 5 hari di Tokyo, tapi seolah-olah saya sedang berada dalam mimpi panjang dan tak tahu kapan akan terbangun.
Hari ini merupakan hari keempat saya bersama host family. Sesuai dengan rencana, hari ini kami akan mengunjungi beberapa tempat di Tokyo dan bertemu beberapa teman Mrs. Kyomi di restoran Italia. Sejak terbangun saya sudah merasa malas mengikuti kegiatan hari ini. Karena ketika saya di ajak keluar masuk toko branded dan berkumpul dengan orang-orang kelas papan atas (high class), saya merasa itu bukan dunia saya. Apalagi obrolan mereka yang tidak saya mengerti sama sekali. Bukan saja masalah bahasanya melainkan juga gesture dan cara bicara mereka. As we know, orang Jepang itu seperti orang jawa yang kurang bisa mengekspresikan apa yang dia rasakan. Sedih atau senang semua lebih banyak datarnya. Setelah berkeliling seharian, sesuai rencana hari ini kami akan memasak makanan Indonesia. Mereka sudah pesan supaya saya bisa masak nasi goreng original rasa asli Indonesia. Karena nasi goreng yang biasa di jual di restoran biasanya sudah disesuaikan dengan lidah warga negara dimana restoran itu berada. With my pleasure, saya mulai memotong berbagai sayuran dan bumbu seperti bawang dan cabe. Oh ya, cabe rawit sangat sulit dicari di Jepang ya, saya membelinya ketika lewat di pasar Asia saat di ajak jalan-jalan bersama Lizar dan ayah angkatnya (sekali lagi saya merasa beruntung). Harganya pun lumayan mahal. Cabe dengan jumlah seukuran 2000 rupiah di Indonesia dijual 200 yen atau sekitar 20.000 rupiah di Jepang. Very expensive. Tidak lupa saya juga membuat minuman khas Indonesia. Wedang jahelah pilihan saya. Bukan saja karena udara musim gugur Jepang sangat dingin melainkan juga karena ayah angkat saya sedang terkena flu. Jadi saya rasa wedang jahe adalah pilihan terbaik untuk menjaga badannya tetap hangat. 45 menit pun berlalu. Nasi goreng, mie goreng dan wedang jahe telah siap disajikan di atas meja. Seusai mengucapkan “itadakimas” (selamat makan) kami lalu melahapnya. Sesekali di tengah makan mereka mengucapkan “oishi”, kalau dalam bahasa Indonesia berarti enak. Saya hanya berpikir, mungkin mereka cuman menyenangkan hati saya saja. Jadi saya hanya menjawab “arigato gozaimas” (terima kasih) tanpa embel-embel apapun. Ketika acara makan selesai seperti biasanya kami ngobrol tentang banyak hal. Namun kali ini ada yang berbeda. Hari ini mereka tidak menanyakan bagaimana perasaan saya dengan kegiatan saya hari ini. Padahal mereka melihat wajah saya secara langsung yang kusut kayak cucian kotor. Mereka malah lebih excited untuk bicara tentang Indonesia. It’s okay. Mungkin mereka masih kebawa rasa nasi goreng Indonesia yang saya buat. Mereka mulai bercerita tentang makanan, pakaian dan keadaan yang mereka temui saat mereka mengunjungi Bali tahun lalu. Saya mendengarkan dengan seksama dan memberi respon sebisanya. Sampai akhirnya saya dibuat terkejut oleh Granpa (Ayah Mrs. Kyomi) yang bergumam dengan bahasa yang sulit saya mengerti. Ternyata ayah Mrs. Kyomi mencoba menyanyikan sebuah lagu Indonesia. Lalu dia menanyakan tentang lagu tersebut kepada saya. Saya mencoba memperhatikan ucapan bibirnya dengan seksama. Karena pengucapan orang Jepang saat berbicara bahasa Indonesia sangat sulit dimengerti. And finally I find what he wants to say. Dia sedang berusaha menyanyikan ‘Nona manis siapa yang punya....’. ahaaa....!. Sayapun berusaha meluruskan pengucapannya yang salah. Lalu melanjutkan nyanyiannya. Sampai akhirnya kami semua yang berada di meja makan menyanyi bersama (saya, Mr. Takashi, Mrs. Kyomi, Ariko, Granda and Granma). Rasa sedih yang saya rasakan langsung lenyap. Sesekali kami tertawa terbahak. Mendengar granma salah mengucapkan kata-kata. Lalu mengulangnya kembali dan tetap salah. Namun granma tetap tak pantang menyerah hingga dia dapat melakukannya dengan baik. Yeey! Congratulation granma, jangan mau kalah dengan granpa yaa, heee :D. Mereka sangat terlihat senang menyanyikan lagu itu. Saat melihat mereka tertawa, dalam hati saya berkata. Mungkin inilah yang dinamakan bahagia. Suatu hal kecil yang bisa kita pahami lalu syukuri. Selama ini saya kemana saja. Mungkin memang banyak acara yang akan membuat bosan, namun kenapa saya tidak berusaha membuka diri untuk menikmatinya. Kita tak pernah tahu kapan yang kita lalui ini akan terulang kembali. Mungkin memang akan terulang atau bahkan tidak terulang sama sekali. Kalaupun terulang pasti rasanya tak akan sama. Menyanyikan lagu yang berisi lirik yang sama itu mudah namun menjadi akan sulit jika kita tidak pernah belajar melakukannya. Sama dengan melihat orang beradaptasi dengan sesuatu yang baru itu gampang namun akan menjadi sangat sulit ketika kita tidak belajar memulainya. Jadi makna sedih itu bukan karena kita menangis namun tak ada yang menemani dan menenangkan. Melainkan sedih itu saat kita menangis namun tak berusaha untuk tersenyum padahal saat itu kebahagiaan di depan mata kita. Homesick itu akan semakin berat dirasakan tapi akan menjadi ringan saat kita berusaha menikmati apa yang ada di depan kita sekarang. Terimakasih keluarga baruku. Terimakasih karena telah mengajakku tertawa hari ini. So, lets sing together...’nona manis siapa yang punya, nona manis siapa yang punya, nona manis siapa yang punya, yang punya kita semua................’. Good Night and Have a Nice Dream From Tokyo (Written on 11 November 2014) Penulis: Tari, GMB 2014
0 Comments
Leave a Reply. |
|