Hai Tugu Yogya...aku siap berjuang untuk berbagi...Dalam hati ditengah hiruk pikuk kendaraan. Baru saja aku dan ketiga teman dilepas dari kumpulan peserta lainnya. Tapakkan kaki pertama ini adalah awal, apakah aku siap menjadi seorang pemimpin ? Jawabannya adalah hari selasa di Ci Bubur, jika aku sampai dengan selamat, berarti siap menjadi seorang pemuka pemuda.
Selama dua hari dua malam hidup dari Yogyakarta menuju Ci Bubur, kisah yang menuntunku untuk mengenal lebih dalam menganai jati diri dan lingkungan sekitar. 1. Pandangan Pertama Tak Selalu Benar “Mba...ga ada tissue yah ?” Suara dengan nada sinis, menamparku. Segera aku turun dari kursi kereta dan ku bersihkan kotoran bekas jejak kaki yang belum sempat aku bersihkan. Sembari berkata “Maaf..maaf mba. Semenjak itu meskipun kita duduk berdekatan, tetapi kami berdiam. Tetapi Disela perjalanan menuju Yogya, aku dan devi mencoba membuat suasana ringan, mengajak mereka ngobrol dan bermain-main kartu. Angkringan tempat makan menambah suasana yogya yang khas. Aku tetap semangat menawarkan baju yang dikasih panitia untuk dijual. Disela itu, aku dipertemukan lagi dengan perempuan yang pada awalnya ku anggap judes dan sinis. Aku sapa dan mereka tersenyum dan bertanya kenapa aku bisa ada disini. Hingga akhirnya kami ngobrol-ngobrol ringan dan mereka mau membeli satu baju untuk donasi. Hemm..aku merasa bersalah telah menganggap kakak perempuan itu buruk, padahal hatinya sangat cantik. Memang...Pandangan pertama terhadap seseorang itu tak selalu benar. 2. Tidak ada kata Egois untuk Kebersamaan Hari mulai gelap, kami berjalan disepanjang jalan yogya, kakipun mulai bergetar terasa lelah. Ditambah hujan deras membasahi Mllioboro. Hemm..aku lihat ketiga teman mulai memasang wajah yang ga enak, ya...pusing, lelah, tak sanggup lagi terpancar dari pesan wajah mereka. Tapi jujur aku masih semangat ingin berjuang, masih ingin menelusuri jalan untuk merauk penghasilan yang lebih banyak. Tapi, keegoisanku itu hanya akan berdampak buruk kedepannya. Aku akan bersalah jika bersi keras ditengah teman-temanku merasa lelah. Hingga akhirnya aku mengerti sebuah makna untuk lebih merasakan apa yang diinginkan teman. Hal itupun juga agar tim bekerja tetap solid dan lebih erat kekeluargaannya. 3. Visi yang Besar harus diimbangi dengan Perjuangan Besar Pula Youth Adventure tak hanya sekedar tantangan kita berhasil melewati yogya dan berkumpul di Jakarta saja, tapi disamping itu kita juga harus bisa berjuang menerima apapun untuk didharmakan di Banyumas, yaitu tempat dimana aku dan ketiga teman memberikan semua yang telah diperjuangkan. Tekad kami yaitu memberikan sekuat tenaga apapun yang bisa kami lakukan. Aku senang berada ditengah tiga teman yang luar biasa. Semangat mereka sangat luar biasa. Kami ngamen sepanjang hari di perempatan lampu merah, berkeliling menjual baju, presentasi didepan orang yang tidak dikenal, meski malu tapi visi kami sangat luar biasa, ya perjuangannyapun harus lebih besar. Alhasil 600.000,00 rupiah berhasil kami dapatkan. Senang rasanya perjuangan untuk pendharmaan di Banyumas tidak sia-sia. 4. Mbah Sin Hanya Mengharap HONDA (Honor Dari Allah) Malam itu kami berniat untuk mencari tempat peristirahatan. Menemui Polisi, meminta izin untuk menitip barang dan sejenak berisitirahat. Tetapi maklum birokrasi yang selalu lambat, pada aakhirnya kita hanya diperbolehkan untuk tidur di masjid. Ya tidak apa-apalah, asalkan ada tempat untuk istirahat sejenak di malam hari. Adzan shubuh membangunkanku dari tidur. Dingin rasanya, maklum masjid terbuka, bangun tidur langsung melihat pemandangan luar yang redup-redup menuju cahaya pagi. Sejak itu aku bertemu Mbah Sin, penjaga masjid yang punya kisah inspiratif. Mbah Sin sebenarnya berasal dari keluarga kaya, anak-anaknya sudah sukses. Bekerja di Angkatan Udara dan Darat. Tetapi Mbah Sin lebih memilih untuk tinggal di masjid dengan alasan agar lebih dekat dengan Allah. Kemudian ketika kami pamit pulang, Mbah Sin memberikan uang untuk kami makan. Mulia sekali hati Mbah Sin. “Ya ga apa-apa, Mbah juga sering ditolong orang, ya namanya juga manusia harus saling tolong menolong”. Sungguh, kisah ini menuntunku untuk selalu berbuat baik pada sesama dan rendah hati. 5. Kebahagiaan Desa Sukaraja adalah Kekuatan untuk kami. Menapakkan kaki, menuju sebuah desa untuk mendharmakan segalanya yang telah kami perjuangkan. Bertemu dengan Ibu Subingah, kami disambut dengan hangat. Makanan dan minuman tersedia. Baik sekali keluarga ini. Kami menemui Bu RT untuk mengetahui apa yang dibutuhkan desa Sukaraja. Dan akhirnya kami memutuskan untuk memberikan sembako untuk keluarga yang kurang mampu, selain itu kamipun mensosialisasikan mengenai motivasi pendidikan dan kesehatan untuk warga desa. Pada akhirnya Kami melihat senyuman kebahagiaan warga Sukaraja. Kebahagiaan itu membuat kami semakin semangat berbagi dimanapun, kapanpun dan dalam kondisi apapun. Arumdari Nurgianti Alumni Youth Adventure & Youth Leaders Forum 2014
0 Comments
Leave a Reply. |
|