"Saya tidak mengerti kenapa di Indonesia, orang begitu sering melanggar janji. Kalau ada janji bertemu datangnya telat, mahasiswa yang dikasih tugas juga melanggar deadline dan selalu saja ada alasannya. Padahal kalau sudah bilang ya, matipun salah". Begitu kalimat yang paling sering diulang-ulang olehnya.
Sebagai advisor Cakrawala club menulis, dia selalu mengajarkan kami tentang arti disiplin dan jangan melanggar deadline. "Keterlambatan itu mahal harganya. Coba kalian bayangkan, misalnya kalian diberi tugas oleh dosen lalu mengerjakannnya semalam sebelum dikumpul. Tiba-tiba kejadian listrik mati, file hilang dimakan virus, printer rusak dan lain sebagainya. Begitupun dalam perjalanan nanti, kalau kalian lalai dan tidak disiplin misalnya ketinggalan bus atau kereta, pasti akan lebih mahal". Peringatan ini terus menerus ditujukan kepada kelompok kami yang akan melakukan traveling ke empat kota. Bg Az benar, bahwa kami akan belajar banyak hal dalam perjalanan ini. Seperti pada saat kami membuat rincian budget untuk traveling. Aku dan Arnald lupa memasukkan dana-dana secara detail. Misalnya dana untuk beli minuman selama perjalanan dan dana untuk masuk toilet umum. Sungguh kami melupakan hal-hal kecil ini. Karena aku kira awalnya bg Az akan memeriksa semua anggaran yang kami ajukan dan dia pasti merevisinya. Tetapi di luar dugaan karena ternyata bg Az tidak merevisi sama sekali. Dia mau mengajarkan kepada kami seperti apa sensitif terhadap hal-hal yang kecil. Dia selalu bilang bahwa yang membedakan kita dengan orang lain adalah rasa sesnsitivitas dan sebatas mana kita mampu memahami hal-hal yang sifatnya kecil. Kami merasakan perjuangan ini semakin berat setiap harinya. Dana menipis karena budget yang kami ajukan sendiri. Belum lagi kami tidak disiplin karena melanggar jadwal yang telah kami susun padahal jadwal-jadwal itu merupakan jadwal bus dan kereta. Kami ketinggalan bus terakhir menuju ke Semarang. Jadilah kami terlunta-lunta di terminal sebelum akhirnya memutuskan untuk naik mobil Inova yang ditawarkan para calo di terminal. Harga ini jelas-jelas lebih mahal dari yang seharusnya kami bayar dengan naik bus biasa. Kami tidak punya pilihan dan keputusan pun diambil. Kami berangkat ke Semarang dengan merogoh kocek yang lebih mahal. Kemahalan ini terus berlanjut. Karena sampai di Semarang sudah jam dua pagi. Kami tidak memiliki banyak waktu untuk mencari penginapan. Akhirnya memilih sebuah penginapan di daerah Pecinan Semarang. Tetap saja harganya lebih mahal dari yang ditargetkan awalnya. Begitu juga dengan jadwal selanjutnya yang ditempuh dari Semarang menuju Surabaya. Kami sampai di terminal pada jam 11 malam. Tentu saja angkot sudah berhenti beroperasi pada jam segitu. Alhasil, kami mengorbankan lagi uang lebih untuk membayar taksi. "Keterlambatan itu mahal", kata Arnald kemudian. Sambil tersenyum ke arahku yang ku balas dengan senyum termanisku. Dari senyuman itu kami sama-sama tahu bahwa kami telah belajar sesuatu. Terkadang manusia itu keras kepala. Nasehat bagai angin lalu kalau belum merasakan akibat yang akan dialami. Beberapa hal yang sangat kami sadari adalah kalau ke depan kami bekerja dan disuruh menyusun budget lagi maka kami akan lebih perhatian pada hal-hal yang detail dan meletakkan dana tak terduga dalam rinciannya. Disamping itu tidak melanggar disiplin dan terlambat mengerjakan sesuatu karena kerterlambatan mahal harganya. Agustina Anggota Cakrawala Club Surabaya (30 Agustus 2013)
0 Comments
Leave a Reply. |
|