Saya memperhatikan satu mobil yang mengalami masalah di lampu merah di jalanan Kota Utrech. Mobil tersebut berhenti cukup lama sampai dua kali lampu merah berganti. Ada empat mobil di belakang mobil tersebut. Dua mobil langsung mengambil lajur kiri untuk melaju sementara dua mobil lainnya memilih menunggu sampai mobil paling depan melanjutkan perjalanan. Tidak ada klakson sama sekali, semua sepertinya mengerti dan memahami kondisi mobil di depan dan berpikir positif dengan tidak mencoba mendesak mobil di depan agar bergegas bergerak. Ya, selama sebulan mengikuti program homestay di Belanda yang difasilitasi oleh Gerakan Mari Berbagi saya tidak mendengar suara klakson sama sekali.
Ya, sikap mental positif itu yang saya anggap sebagai ‘temuan’ terbesar saya selama sebulan di Belanda. Saya membayangkan jika hal seperti diatas terjadi pada diri saya. Yang akan ada di kepala saya adalah pikiran bahwa mobil yang di depan bermaksud menghambat mobil di belakang, atau supirnya ketiduran, atau asik main HP atau asik ngombrol dengan kawan disampingnya sehingga tidak melihat kalau lampu sudah berganti. Sikap mental negatif yang lebih menonjol dan karenanya respon yang terjadi juga negatif. Tentu saya akan mengklakson pengemudi di depan berulang-ulang. Hanya dengan merubah cara berpikir maka respon yang terjadi ikut berubah. Klakson hanya salah satunya. Banyak hal lain yang saya perhatikan menjadi praktik mental positif selama saya di Belanda seperti budaya mengantri, menjaga lingkungan dengan sistem pengelolaan sampah yang berbasiskan aturan yang ketat yang diiringi dengan kesadaran warga serta efektif dalam menggunakan energi listrik dan bensin. Meski energy listrik dan bahan bakar tersedia melimpah namun warganya menggunakan dengan bijak. Mematikan lampu jika tidak perlu dan saya melihat banyak pengemudi yang mematikan mobil di lampu merah. Hasilnya adalah sebuah negara yang sangat terorganisir dengan udara yang bersih, bebas korupsi, bebas pemadaman listrik, angka kejahatan yang sangat rendah dan kesejahteraan warganya berada di level tinggi. Terus, apa hubungan sikap mental positif dengan kemajuan sebuah bangsa? Mungkin ada yang mengangap sikap mental positif tidak ada hubungannya secara langsung dengan pembangunan sebuah bangsa. Namun coba kita perhatikan. Faktanya, sikap positif satu orang akan mampu mempengaruhi banyak orang untuk berpikir ulang atas apa yang dilakukan. Rangkaian energi positif inilah yang pada akhirnya akan menyebar secara massif dan membuat suatu masyarakat menjadi berubah kearah lebih baik dan menuju ke kemajuan. Jika secara ‘informal’ praktik baik ini sudah menjadi budaya, maka peran negara tinggal ‘memformalkan’ hal tersebut sehingga lebih tertata dan mendapatkan dasar legasi untuk yang menjamin keberlangsungannya. Etos kerja, integritas, gotong royong, profesional, jujur, kreatif, inovatif, tanggung jawab, saling menghargai, akuntabel; paling kurang beberapa sikap mental dasar tersebut bisa menjadi modal dasar bagi kemajuan sebuah bangsa. Banyak permasalahan yang terjadi di negara kita saat ini. Mulai dari rakusnya pejabat yang memperkaya diri sendiri, pelanggaran HAM, hingga perilaku sehari-hari masyarakat seperti tidak mau antri dan kurang peduli terhadap hak orang lain. Namun perilaku bisa diubah, mental dan karakter bisa dibangun. Sebagai sebuah bangsa yang secara sosiologis berkarakter paternalistrik, maka saya optimis sikap mental masyarakat kita bisa ber-revolusi cepat kearah yang lebih baik paling kurang karena 2 hal. Yang pertama adalah saat para pemimpin transformatif makin banyak jumlahnya yang kemudian menjadi teladan bagi warganya dan kedua adalah karena sikap mental positif tersebut sejatinya sudah tertanam sejak dini di masyarakat kita melalui doktrin keagamaan. Sebagai negara dengan mayoritas penduduknya beragama saya optimis mental positif ini menjadi lebih mudah diterapkan di Indonesia. Tinggal komitmen membiasakan yang baik yang perlu secara konsisten diterapkan dan didukung oleh legasi dari negara untuk menjamin keberlangsungannya. Kita punya potensi besar untuk bisa berdiri sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Kita bisa membangun Indonesia menjadi lebih baik dengan memulai mempraktikkan sikap mental positif mulai dari diri sendiri. Jadi membangun bangsa bisa dimulai dari Klakson (baca; dari sikap mental yang positif). Edi Fadhil Alumni Alumni Youth Adventure & Youth Leaders Forum 2014 Participant of GMB Homestay Program - Belanda 2016
0 Comments
Leave a Reply. |
|