Saya dan teman-teman mengunjungi Fujinami Towel Service, sebuah perusahaan pembuatan dan pencucian handuk kecil yang bisa dipakai di restoran dan rumah sakit di Jepang. Oh iya! di Jepang, kalau kita makan di restoran atau warung dan sejenisnya kita akan diberi handuk/tisu basah yang kecil untuk membersihkan tangan sebelum kita makan. Kebiasaan yang baik untuk dicontoh.
Ada yang menarik di Fujinami Towel Service. Sebagian karyawannya adalah mereka yang punya keterbatasan. Para kaum difabel. Ini sungguh unik mengingat biasanya sebuah perusahaan akan mengambil orang-oang terbaik untuk bekerja, meskipun pekerjaannya hanya melipat, mencuci, dan membungkus handuk kecil seperti yang dilakukan di Fujinami Towel Service. Ada beberapa hal pelajaran yang bisa kita ambil dan terapkan di Indonesia. 1. Visi Pemerintah Saya pikir pemerintah Jepang punya visi yang bagus untuk menangani orang-orang yang memiliki keterbatasan seperti ini. Jika kaum difabel ini tidak memiliki pekerjaan, pemerintah Jepang akan menanggung biaya mereka sekitar 5 Juta Yen (sekitar Rp. 500 juta)/orang/tahun. Sebuah angka yang cukup besar, menurut saya. Hal ini lah yang membuat pemerintah Jepang melakukan tindakan yang nyata untuk para kaum difabel. Pemerintah mengeluarkan peraturan kepada setiap perusahaan untuk mempekerjakan minimal 2% kaum difable sebagai karyawannya. Setiap perusahaan yang memenuhi dan menjalankan aturan akan diberi subsidi. Dan jika tidak memenuhi aturan akan didenda. Langkah yang cukup bagus saya rasa. Disatu sisi, jika para kaum difable ini bekerja, biaya tanggungan yang dikeluarkan pemerintah akan berkurang. Disisi lain, pemasukkan akan bertambah mengingat para kaum difabel yang bekerja akan memberikan pajak penghasilan mereka kepada negara. 2. Bukti Nyata Tidak Adanya Diskriminasi Sebelum para kaum difabel ini mendapat kesempatan bekerja di sebuah perusahaan, mereka akan mendapatkan pelatihan dari LSM atau NGO. Bisa dari perusahaan tersebut atau yang berdiri sendiri. Dan itu akan dapat dukungan dan diberi bantuan oleh pemerintah. Sehingga mereka bisa memenuhi kualifikasi dalam pekerjaan mereka nantinya. Ini bukti nyata bahwa tidak ada diskriminasi kepada kaum difabel. Dukungan terhadap kaum difabel tidak hanya di seminar-seminar ataupun di spanduk-spanduk besar yang berjejer di kantor-kantor pemerintah. Pemerintah, pihak swasta, dan LSM bekerja sama untuk memberikan mereka kesempatan dan memberi mereka kepastian. Oh iya! Sekedar Informasi saja. Indonesia memang sudah mencanangkan Gerakan Aksesbilitas Umum nasional (GAUN, 2000) sebagai penerapan dan tindak lanjut dari UU No 4 tahun 1997 tentang penyandang cacat. Tapi saya pikir itu hanya hitam di atas putih. Peraturannya tidak pernah “blusukan” sampai ke daerah-daerah. Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas, 2002), diketahui bahwa dari 20 juta penyandang cacat di Indonesia, sebanyak 80% atau sekitar 16 juta orang kaum difable tidak memiliki pekerjaan. Tanggal 3 Desember ini kita akan memperingati Hari Difabel Sedunia. Semoga Indonesia bisa mencontoh Jepang. Kita pasti bisa! Penulis: Sony, GMB 2014
0 Comments
Leave a Reply. |
|