Giving is like breathing. Seperti bernapas yang tak kenal intruksi sampai Tuhan mengambilnya kembali. Setiap masa memang selalu memiliki ruang untuk dikenang. Cerita tentang hari-hari sulit dan bahagiapun memiliki tempat tersendiri dalam hati dan ingatan saya. Semua akan indah pada waktunya. Bukan begitu? Lain cerita tentang hidup, Gerakan Mari Berbagi (GMB) pun menorehkan cerita sendiri di dalam hati saya. Di tempat yang telah saya sediakan, kenangan tentang Youth Adventure (YA) dan Youth Leader Forum (YLF) akan bersinar di sana. Tapi sayangnya, hidup tidak berhenti pada YA & YLF saja. Akan ada YA & YLF lain yang akan saya hadapi di dunia saya, dalam cerita, ruang, dan waktu lain dalam putaran kehidupan. Saya sadar teman-teman, diperlukan waktu, barangkali satu dari 24 jam yang saya miliki, untuk duduk, mengingat, dan melihat diri saya dalam pantulan cermin. Mengingat hal-hal positif agar saya selalu ingat melakukan banyak kebaikan untuk orang-orang di sekitar saya. Tidak melupakan hal-hal negatif agar saya selalu ingat nenegur diri, jika saja hal yang sama nyaris terulang, saya bisa mengingatkan diri saya. Melalui tuliasan ini, biarkan ingatan saya menari, menuliskan apapun yang masih dapat saya ingat, agar saya tetap bisa melanjutkan hidup dengan tujuan yang jelas.
Saya masih ingat, ketika sharing pengalam YA, saya mengucapkan satu kata yang tidak akan pernah saya lupakan: giving is like breathing. Kata-kata itu keluar tanpa saya pikirkan sebelumnya. Mengalir dan apa adanya. Lama saya berpikir, kenapa saya bisa mengatakan hal itu. Ini bukan perkara pintar merangkai kata atau apapun. Kata-kata itu lahir karena saya mengalami. Di dalamnya, terdapat pengalaman, kenangan, dan kebahagiaan yang saya rasakan saat saya memberikan sesuatu kepada orang lain. Rasanya sama seperti bernapas. Tidak bisa berhenti sampai Tuhan mengambil napas kita. Berbagi, sama dengan bernapas, kita tidak pernah berpikir untuk melakukannya. Segalanya sudah menjadi refleks. Seperti itulah kira-kira. Hiruplah Oksigen Selama GMB, banyak sekali ‘oksigen’ yang saya hirup. Rasanya saya menemukan kembali pola hidup yang sehat. Ibaratnya bernapas, asupan oksigen saya tercukupi dengan baik. Oksigen yang membuat hati, pikiran, dan hidup saya sehat. Hiruplah oksigen, teman. Bertemu orang-orang dari berbagai penjuru negeri, dengan pola pikir, kebiasaan, dan adat yang berbeda, membuat saya belajar untuk mentoleransi segala perbedaan. Rasanya menyenangkan bisa menyaksikan perbedaan dan menjadikannya bagian dari keseharian. Hidup saya benar-benar berwarna. Tidak ada sekat agama, keyakinan, warna kulit, atau instansi tempat kami berasal. Kami lebur mejadi satu: Keluarga Besar GMB. Saya terbiasa mendengar perbedaan pendapat saat di meja makan atau bahkan saat diskusi. Tapi perbedaan pendapat tidak lantas membuat kami terpecah. Perbedaan ini justru menambah wawasan saya. Selama ini saya mendengar banyak orang menerompetkan tentang toleransi, tapi hanya sedikit dari mereka yang menunjukkan perilaku tolerannya. Di GMB, kami sama-sama belajar merangkul perbedaan. Rasanya indah sekali. Bahkan kata-kata ini belum mampu menggambarkannya. Sepuluh hari bersama pemuka pemuda Indonesia, menyadarkan saya bahwa apapun di dunia ini dapat saya raih asalkan dibarengi dengan usaha dan keyakinan. Mereka datang dengan optimisme dan mimpi yang tinggi. Mereka tidak mudah down melihat orang menghina atau meremehkan kemampuannya. Mereka tidak mudah menyerah untuk segala sesuatu yang mereka inginkan. Mereka termotivasi melihat orang-orang hebat (inspiring leader) yang berdiri di hadapannya. Tidak ada orang terhebat, tidak ada orang tercerdas, atau terbodoh, semua memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi sukses. Energi postif ini telah melahirkan Diana yang baru seusai YA & YLF. Pertemuan di GMB hanya hitungan hari, namun kita sudah begitu akrabnya. Sense of belonging dalam diri saya aktif otomatis. Saya terenyuh ketika mendapati teman-teman dengan lapangnya menceritakan kisah hidupnya, baik yang kelam atau bahagia. Dari pengalaman saya, hal-hal seperti itu hanya bisa diungkapkan ketika kita telah merasa dekat dengan seseorang dalam waktu yang lama. Saya terharu ketika ada yang menanyakan keadaan saya ketika saya bangun pagi. Saya mendapati diri saya tidak sendiri. Kanan, kiri, depan, belakang, selalu ada yang siap menyambut tangan saya ketika saya memerlukan teman. GMB adalah rumah, suatu saat, betapapun jauhnya saya pergi, GMB adalah rumah tempat untuk kembali. Semoga saya bisa membangun Indonesia dengan keluarga saya ini. Semoga. YA & YLF adalah kesempatan saya bertemu dengan orang-orang visioner. Mereka yang tidak melewatkan sedetikpun waktu yang mereka miliki untuk bersantai. Orang-orang yang menghargai waktu, menghargai network, dan menghargai setiap kesempatan yang ada. Rasanya, saya ditampar saat itu. Ada banyak waktu yang sudah saya sia-siakan, bahkan parahnya, saya terlalu sibuk mengkhawatirkan masa depan, sehingga lupa memanfaatkan waktu saat ini yang saya miliki. Mereka selalu memiliki target dalam buku mimpi mereka. Setiap target yang terpenuhi, mereka membubuhkan tanda checklist. Rasanya hidup sangat terarah. Rasanya hidup tidak akan diliputi dengan penyesalan karena kita telah melakukan segalanya dengan totalitas. Rasanya tidak ada lagi ketakutan, karena sadar bahwa segalanya harus dicoba, setiap kesempatan diambil. Kita tak pernah tau apa yang terjadi, hadapilah! Mereka adalah orang-orang yang tidak takut menghadapi risiko dan tantangan. Hembuskanlah Karbondioksida Ketika merasa diri di atas rata-rata, terkadang kita lupa cara mendengarkan orang lain. Saya ingat, kepala sekolah saya ketika Sekolah Menengah Atas (SMA) mengatakan, butuh waktu sepuluh menit untuk pintar berbicara, tapi butuh waktu bertahun-tahun untuk pintar mendengarkan. Pesan ini terus tertanam dalam diri saya, namun tetap sulit saya terapkan. Di GMB, secara tidak sengaja kita sering menonjolkan diri kita, menunjukkan diri. Hal ini wajar, tidak salah, dan tidak merugikan orang lain, namun akan lebih indah jika kita bisa menguranginya. Saya sadar akan hal ini masih ada dalam diri saya. Saat YA & YLF, melalui Kak Burhan dan Kak Danu, saya belajar cara mendengar. Awalnya saya heran mengapa mereka jarang bertanya, bahkan Kak Burhan tidak pernah bertanya sekali pun. Tapi ketika saya mengobrol dengan Kak Burhan, saya tercengang. Karena begitu banyak hal yang diketahuinya tentang peserta yang lain. Begitu pula dengan Kak Danu. Mereka adalah orang-orang yang memiliki banyak waktu untuk memerhatikan orang lain. Mereka, diam-diam adalah orang-orang yang paling peduli di antara yang lainnya. Mereka menyerap ilmu, memelajari gerak-gerik dan kebiasaan seseorang dengan menjadi orang yang rendah hati mendengarkan orang lain. Padahal saya yakin, mereka adalah orang-orang hebat, tapi tidak pernah malu untuk mendengar dan belajar dari orang yang ditemuinya. Saya yakin, keluarga-keluarga saya di GMB adalah orang-orang yang sibuk. Tapi saya lebih yakin, kalian adalah orang-orang hebat yang pintar mengatur waktu disela-sela kesibukan kalian. Seringkali, karena kehidupan sehari-hari saya melupakan keluarga saya dan orang-orang di sekitar saya. Padahal orang-orang inilah yang membuat kita bisa menjadi seperti saat ini. Ilmu, cerita, dan pengalaman yang mereka berikan, janganlah sekali-kali dilupakan atau parahnya, tertimbun dalam kesibukan sehari-hari. Seperti kata Bang Az, jika sudah komitmen matipun salah. Ingat-ingatlah komitmen yang telah kita ikrarkan bersama di GMB. Ingat-ingatlah mengapa kita ada di GMB, untuk apa, dan apa tujuan kita. Sehingga, sesibuk apapun kita nanti, GMB tetap ada sebagai rumah untuk pulang. Bukan beban untuk kembali. Ini hanya sebuah refleksi analogi. Bahwa jika ingin bernapas yang sehat, hiruplah sebanyak-banyaknya oksigen. Hembuskanlah karbondioksida. Ini adalah dua hal terjadi secara alami, yang kalau kita lakukan tidak membutuhkan waktu berjam-jam untuk memikirkannya terlebih dahulu. Segalanya sudah menjadi kebiasaan yang mendarah daging. Pernahkan ada yang menyuruh kalian bernapas? Tanpa disuruh pun kalian akan melakukannya dengan sukarela kan? Bukan sukar-rela apalagi terpaksa. Seperti itulah cara kita berbagi kepada orang lain. Ajang refleksi ini memberikan saya kesempatan untuk mengenali diri saya juga GMB. Sejenak duduk, menggali kelemahan dan kesalahan diri, dan siap untuk memperbaikinya. Mengingat-ingat hal-hal baik yang telah saya lakukan bersama GMB, dan mengulanginya sehingga menjadi suatu kebiasaan, layaknya bernapas. Lagi-lagi bernapas. Saya suka bernapas. Selamat ulang tahun, GMB. Jadilah rumah yang selalu nyaman untuk kami tempati. Jadilah rumah yang selalu menerima kami dengan keunikan dan perbedaan yang kami miliki. Tanang, di tempat yang sudah kusediakan, kenangan dan cerita tentang GMB akan berpijar di sana. Kadek Diana Pramesti Alumni Youth Adventure & Youth Leaders Forum 2015
0 Comments
Leave a Reply. |
|